• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Berita Wednesday Forum
  • Tipologi Hubungan Islam dengan Kebudayaan

Tipologi Hubungan Islam dengan Kebudayaan

  • Berita Wednesday Forum
  • 28 November 2011, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Perdebatan klasik terkait hubungan agama dengan budaya masih menarik untuk diikuti. Begitupun yang terjadi dalam konteks Islam, di mana perbincangan Arabisasi begitu aktual di berbagai media. Tema inilah yang diangkat oleh Dr. Bernard Adeney-Risakotta pada Wednesday Forum CRCS-ICRS 9 November 2011 dengan presentasi berjudul ‘Islam and Culture: Educational Perspectives’

 

Ilmuwan berkewarganegaraan Amerika Serikat yang telah menetap di Indonesia kurang lebih 20 tahun ini menyatakan keterkesanannya dengan kebudayaan Islam Indonesia. Dia melihat kebudayaan yang dipraktekkan umat islam Indonesia tidak monolitik dan mengandung berbagai kompleksitas.

 

Paling tidak Dr. Bernard merumuskan 5 tipologi hubungan Islam dengan kebudayaan. Pertama, Islam mesti menggantikan kebudayaan manusia, kedua, kebudayaan Arab Islam adalah kebudayaan tertinggi, ketiga, Islam bermasalah dengan kebudayaan manusia, keempat, Islam membentuk kebudayaan baru yang beraneka, dan kelima, Islam dan kebudayaan memiliki ranah masing-masing dan saling berotonomi satu dengan yang lain.

 

Menurut Guru Besar Agama dan Ilmu-Ilmu Sosial ini, tipe pertama dan kedua berbahaya bagi pengembangan masyarakat Islam. Sedang yang tipologi yang terakhir merupakan pilihan terbaik di tengah interaksi umat Islam dengan umat lain. Namun, berdasarkan pengamatannya, mayoritas Muslim di Indonesia saat ini cenderung pada tipe ketiga.

 

Dr. Bernard memaparkan kelima variasi ini dalam bentuk diagram melingkar karena baginya 5 tipe itu dapat dikombinasikan dan disintesiskan untuk mencapai pemikiran Islam kritis terhadap budaya kapitalisme dan konsumerisme modern.

 

Menimpali pertanyaan seorang peserta tentang hadits Nabi yang berisi klaim masa Muhammad adalah yang terbaik dalam sejarah islam, Dr. Bernard berpandangan klaim itu sah-sah saja. Namun, akan lebih objektif jika kita memposisikan perkembangan suatu masyarakat sebagai proses perbaikan dari waktu ke waktu.

 

Ketika menjawab ambiguitas istilah kebudayaan Islam dan kebudayaan Arab, Doktor University of California ini menjelaskan kedudukan Islam sebagai keyakinan dan Arab sebagai konteks masyarakat. Menyamakan dua entitas ini sangat problematik. Agama adalah bentuk ‘pikiran Tuhan’ yang diterjemahkan dalam kehidupan manusia dan membutuhkan budaya termasuk bahasa. Tidak ada seorangpun yang mengerti esensi agama sesuai kemauan Tuhan kecuali memahaminya lewat budaya.

 

Dr. Mark Woodward yang turut dalam forum ini menyarankan agar para akademisi tidak mencoba mengeneralisasi kebudayaan Arab dalam satu warna mengingat Arab itu luas dan masyarakatnya memiliki berbagai bentuk kebudayaan. Oleh karena itu, menurut pakar Islam dan Jawa kenamaan ini, pemakaian istilah ‘Kebudayaan yang terislamkan’ atau “Kebudayaan Muslim” relatif lebih aman daripada istilah “kebudayaan Islam”. [MoU]

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

A M P A T Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan A M P A T
Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan aksi simsalabim dengan mencabut empat konsesi tambang di salah satu gugusan Red Line. Aksi "heroik" itu terlihat janggal ketika perusahaan yang paling bermasalah dalam perusakan lingkungan, bahkan yang menjadi pusat viral, justru dilindungi. Tentu bukan karena cocokologi dengan nama Raja Ampat sehingga hanya empat perusahaan yang dicabut konsesinya. Bukan cocokologi juga ketika Raja Ampat akan menjadi lokus tesis yang akan diuji esok di CRCS UGM. Berkebalikan dengan aksi badut jahat di Raja Ampat, @patricia_kabes akan bercerita bagaimana komunitas masyarakat di Aduwei mengelola laut dengan lestari melalui sasi. Berangkat dari negeri timur, peraih beasiswa LPDP ini justru menjadi yang pertama di angkatannya untuk menambahkan dua huruf pada akhir namanya.
For people who learn religious studies, it is comm For people who learn religious studies, it is common to say that "religion", as a concept and category, is Western modern invention. It is European origin, exported globally through colonialism and Christian mission. Despite its noble intention to decolonize modern social categories, it suffers from historical inaccuracy. Precolonial Islamic Malay and Javanese texts in the 16th and 17th century reflect a strong sense of reified religion, one whose meaning closely resembles the modern concept.

Come and join @wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
I N S P I R A S I Secara satir, penyandang disabil I N S P I R A S I
Secara satir, penyandang disabilitas baru mendapatkan sorotan ketika dia mampu berprestasi, mampu mengatasi segala rintangan dan kekurangan. Singkat kata, penyandang disabilitas kemudian menjadi sumber inspirasi bagi nondisabilitas. Budi Irawanto menyebutnya sebagai "inspirational porn". Simak ulasan lengkapnya di situs web crcs ugm.
Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju