• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Berita Wednesday Forum
  • Umat Kristen Harus Hati-hati

Umat Kristen Harus Hati-hati

  • Berita Wednesday Forum
  • 3 May 2009, 00.00
  • Oleh:
  • 0

Wednesday Forum, April 08, 2009. Pada forum ini, Dr. Elain K. Swartzentruber menekankan pentingnya kritik poskolonialisme dalam membaca (hermeneutik) teks-teks suci. Teks-teks religius, terutama Alkitab, yang telah banyak dipengaruhi ?kekuasaan? harus dilihat dengan cermat agar si pembaca atau umat Kristen tidak terjebak dalam kerangka pikir kolonial yang tidak relevan pada masa ini.

Swartzentruber menjelaskan bahwa ada begitu banyak perspektif dalam memahami teori-teori poskolonial sejak kemunculannya 25 tahun yang lalu. Dengan mengutip R.S. Sugirtharajah, ia memahami bahwa

Postcolonial discourse is not about the territorial ejection of imperial powers or about learning, Caliban-like, the art of cursing the empire. Rather, it is an active interrogation of the hegemonic systems of thought, textual codes and symbolic practices which the West constructed in its domination of colonial subjects. In other words, post-colonialism is concerned with the question of cultural and discursive domination. (R.S.Sugirtharajah, 1998)

Teori-teori poskolonial sendiri diperkenalkan dalam studi biblika tahun 1990an. Melalui teori poskolonial, Alkitab harus dilihat sebagai fakta bahwa ia adalah bagian dari sistem kerajaan dan kolonisasi dalam imajinasi Yahudi serta Kolonialisme Barat. Perjalanan historis dari produksi, redaksi, kanonisasi teks-teks Kekristenan harus dirujuk dalam membacanya, termasuk sejarah interpretasi-interpretasi yang ada. Selanjutnya, pengejawantahannya dalam situasi kekinian dengan menggunakan sumber-sumber lain yang relevan adalah tujuan utama dari hermenetika poskolonial ini. Di samping itu, keberpihakan terhadap kelompok marginal adalah semangat yang perlu dimiliki sebelum membaca teks-teks yang ada, dengan mempertimbangkan pula cara pandang pembaca umum dan isu-isu seputar nasionalisme, identitas, etnisitas, gender, kekuasaan negara, dan dominasi kolonial.

Sebagai sebuah contoh dari hermeneutik ini, ketika kita membaca kisah seorang perempuan dalam Markus 7 : 24-30, perempuan itu perlu dilihat sebagai perempuan asing yang tidak memiliki kesamaan identitas dengan Yesus dan orang-orang di sekitarnya. Ia datang sendiri tanpa perlindungan seorang laki-laki, dan ini berbahaya. Ada kemungkinan bahwa perempuan itu berasal dari kelas yang lebih tinggi daripada Yesus. Tidak hanya demikian, di sini Yesus bukan melemahkan si perempuan melainkan menjadi pelindungnya dengan tidak bertendensi membuat si perempuan melakukan konversi imannya. Perempuan itu yang memulai perubahan karena ia berani menembus batasan-batasan nilai yang ada, dan Yesus membenarkan tindakannya melalui penyembuhan. Dialog antar-iman dan intra-iman dibangun dalam kisah ini.

Dari hermeneutik di atas, dapat dilihat bahwa pembaca harus hati-hati dalam membaca sebuah teks religius. Mereka harus sadar akan muatan kolonialisme dalam teks itu, dan tetap memegang prinsip keberpihakan sebagaimana disyaratkan dalam hermeneutik poskolonial. Hermenuetik ini membenarkan pendekatan eisegese yang membuat teks berbicara sesuai dengan apa yang dibutuhkan si pembaca, bukan sekadar apa yang sebenarnya teks sampaikan berdasarkan konteksnya (exsegese). Teks-teks itu difungsikan sesuai kebutuhan pembaca demi relevansinya dengan kekinian dan agenda pembebasan terhadap kepentingan dan dampak-dampak kolonialisme. Hermeneutik ini merupakan suatu kebutuhan umat Kristen ketika mereka hidup dengan kenyataan bahwa mereka bukanlah bagian dari bangsa Barat? dengan konteks-konteks yang mereka miliki.

(JMI)

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

A M P A T Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan A M P A T
Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan aksi simsalabim dengan mencabut empat konsesi tambang di salah satu gugusan Red Line. Aksi "heroik" itu terlihat janggal ketika perusahaan yang paling bermasalah dalam perusakan lingkungan, bahkan yang menjadi pusat viral, justru dilindungi. Tentu bukan karena cocokologi dengan nama Raja Ampat sehingga hanya empat perusahaan yang dicabut konsesinya. Bukan cocokologi juga ketika Raja Ampat akan menjadi lokus tesis yang akan diuji esok di CRCS UGM. Berkebalikan dengan aksi badut jahat di Raja Ampat, @patricia_kabes akan bercerita bagaimana komunitas masyarakat di Aduwei mengelola laut dengan lestari melalui sasi. Berangkat dari negeri timur, peraih beasiswa LPDP ini justru menjadi yang pertama di angkatannya untuk menambahkan dua huruf pada akhir namanya.
For people who learn religious studies, it is comm For people who learn religious studies, it is common to say that "religion", as a concept and category, is Western modern invention. It is European origin, exported globally through colonialism and Christian mission. Despite its noble intention to decolonize modern social categories, it suffers from historical inaccuracy. Precolonial Islamic Malay and Javanese texts in the 16th and 17th century reflect a strong sense of reified religion, one whose meaning closely resembles the modern concept.

Come and join @wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
I N S P I R A S I Secara satir, penyandang disabil I N S P I R A S I
Secara satir, penyandang disabilitas baru mendapatkan sorotan ketika dia mampu berprestasi, mampu mengatasi segala rintangan dan kekurangan. Singkat kata, penyandang disabilitas kemudian menjadi sumber inspirasi bagi nondisabilitas. Budi Irawanto menyebutnya sebagai "inspirational porn". Simak ulasan lengkapnya di situs web crcs ugm.
Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju