• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Pos oleh
  • page. 55
Pos oleh :

Masyarakat Sumba Memaknai Bencana

Book Review Saturday, 7 February 2015

Rachmanto | CRCS | Book Review
Marapu dalam Bencana Alam

Indonesia tidak hanya kaya aneka sumber daya alam tetapi juga kaya akan beragam bencana alam dan pemaknaannya. Setiap individu dan kelompok masyarakat akan mempuyai penjelasan dan pemaknaan yang berbeda-beda terhadap bencana tergantung sudut pandang dan kepercayaannya masing-masing. Jika pemerintah menggunakan pendekatan sains dalam merespon bencana tidak halnya dengan masyarakat lokal, mereka mempunyai pandangan sendiri terhadap bencana.

Buku ini secara khusus membahas mengenai salah satu pandangan masyarakat lokal di Indonesia Timur dalam memahami dan merespon bencana. Mereka adalah suku Wunga, Sumba Timur, NTT. Buku yang ditulis oleh Jimmy Marcos Immanuel ini merupakan tesisnya di Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS), Universitas Gadjah Mada. Melalui pendekatan etnoekologi penulis   mencoba memahami bagaimana masyarakat Wunga memandang, memahami, dan juga merespon lingkungan sekitarnya (khususnya ketika terjadi bencana) (p.xi).

Workshop on Religion and Diversity in Southeast Asia July 21-August 14, 2015

News Tuesday, 27 January 2015

Deadline: Friday, February 6, 2015

The Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS), Gadjah Mada University (UGM), Indonesia, and the Center for Southeast Asian Studies (CSEAS), University of Hawai‘i, are pleased to announce a call for applications to join our summer 2015 workshop focusing on issues of religion and diversity in the Southeast Asian public.

What does this project entail?

The project will introduce select university and community college educators teaching at U.S. minority serving institutions (MSI) to issues of importance in the management of cultural and religious diversity in Southeast Asia. Through the lens of Indonesia, we’ll explore the political and social challenges facing one of the most culturally diverse nations in the world; the role of religion in everyday life and local politics; Indonesian Islam and its relation to the wider Muslim world; the legacy of colonialism on intergroup relations; the position of the state in framing questions of identity; the struggles of indigenous practitioners to gain rights and recognition; and the vital role that civil society plays in addressing these questions in Indonesia’s young democracy. Participants will have the opportunity to work with local scholars and to meet with community groups in the field in Yogyakarta, one of country’s most diverse urban spaces and an internationally recognized center for the arts and education. As representatives from MSIs, program participants will also be given the opportunity to share their expertise on the challenges of teaching about issues of diversity (religious and otherwise) in their own communities.

Pengumuman SPK V, Papua 2015

News Monday, 12 January 2015

Kami sangat berterima kasih atas partisipasi para aplikan untuk mengikuti Sekolah Pegelolaan Keragaman (SPK) angkatan ke-V yang diselenggarakan oleh Program Studi Agama dan Lintas Budaya (Center for Religious and Cross-cultural Studies/CRCS, Universitas Gadjah Mada), Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Al Fatah Jayapura, Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Fajar Timur Jayapura dan Ilalang Papua.
Kami ucapkan selamat kepada para peserta yang lolos untuk mengikuti kegiatan yang akan dilaksanakan di Jayapura pada 23-30 Januari 2015. Bagi yang belum lolos kali ini kami juga mengucapkan terima kasih atas waktu yang Anda curahkan untuk mengisi dan mengirim aplikasi. Masih ada kesempatan di SPK berikutnya dan SPK yang akan diselenggarakan di beberapa daerah di Indonesia.
Berikut nama-nama peserta Sekolah Pengelolaan Keragaman ke-V di Papua:

Head
IMG_6682Dr. Zainal Abidin Bagir
Email: zainbagir@gmail.com
Secretary
Samsul MaarifDr. Samsul Maarif
Email: anchu75@yahoo.com
Academic Coordinator
Pak IqbalDr. Mohammad Iqbal Ahnaf
Email: iqbalahnaf@gmail.com
Public Education Staff
bandriSubandri Simbolon, M.A.
Email: subandri.simbolon@mail.ugm.ac.id



azisAzis Anwar Fachrudin
Email: aafachrudin@gmail.com
Research Staff
45mas budiBudi Asyhari Afwan, M.A.
Email: budi_asyari@ugm.ac.id



820martenMarthen Tahun, M.A
Email: mtahun@gmail.com
Office Manager
Linah Khairiyah Pary, M.Pd, M.A.
Email: lina_pary@ugm.ac.id
Finance Officer
486mbak nuningNurlina Sari
Email: nurlinasari14@ugm.ac.id
Librarian
widiarsaWidiarsa, AMd.
Email: widiarsa@gmail.com
Administrative Officer
74mas bibitSuyadi Bibit
Email: suyadibibit@yahoo.com

Paguyuban Bawonototo: Potret Kehidupan Penghayat

Artikel Sunday, 21 December 2014

CRCS | SPK IV | Farihatul Qamariyah
xxSejumlah aktivis dan akademisi yang menjadi peserta Sekolah Pengelolaan Keragaman (SPK) IV mengadakan dialog dengan salah satu organisasi penghayat kepercayaan lokal Angudi Bawonototo Lahir Batin, di Kasihan, Bantul, Sabtu (27/9) 2014. Sekolah yang mempertemukan berbagai perbedaan ini diselenggarakan oleh Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS), UGM dan diikuti oleh 25 peserta dari hampir seluruh Indonesia.
Wardoyo Sugianto, sesepuh Bawonototo menjelaskan tentang makna Paguyuban Angudi Bawonototo Lahir Batin. Ia mengatakan bahwa prinsip ajaran paguyuban dipahami melalui esensi namanya yang berasal dari Bahasa Jawa. Paguyuban berarti kelompok, komunitas, atau kerukunan, Angudi yaitu upaya atau usaha, Bawono yaitu dunia atau semesta, toto yaitu tertata atau teratur. Sehingga, istilah-istilah itu diartikan sebagai komunitas penghayat yang berupaya untuk menjadikan dunia beserta seisinya teratur dan tertata baik secara lahiriyah dan batiniyah. Kelompok Penghayat lebih menekankan kepada metode, ritual atau cara bagaimana seorang hamba, manusia, mampu mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa dengan jalan dan usahanya sendiri.
Paguyuban Bawonototo berdiri pada 17 Januari 1974 oleh Romo Martopangarso dan Romo Budiutomo. Namun sampai saat ini, di generasi ketiga, identitas Penghayat belum sepenuhnya diakui secara sipil sebagaimana disampaikan oleh Bambang Eko Suprianto, pengurus Himpunan Pengkayat Kepercayaan Yogyakarta. Dia menjelaskan bahwa masalah yang sedang dihadapi oleh para kelompok penghayat ialah tidak adanya catatan sipil mengenai akta kelahiran dan akta perkawinan. Bahkan dalam proses pelayanan Kartu Tanda Penduduk (KTP), penghayat mengalami kesulitan karena status agama mereka tidak ada dalam daftar enam agama yang diakui oleh negara. Konsekuensi yang mereka hadapi di antaranya penghayat terpaksa memilih salah satu nama agama dalam dokumentasi kependudukan.
xxSalah satu peserta SPK IV dari Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Yayasan Wakaf Paramadina Jakarta, Joko Arizal, menanyakan hubungan atau interaksi sosial antara para kelompok Penghayat Bowonototo dengan masyarakat sekitar. Sugianto menjelaskan tidak ada permasalahan yang terjadi antara kelompok penghayat dengan masyarakat di sekitar khususnya dalam proses menjalani ritual atau tradisi keagamaan. Baginya, tradisi lokal masyarakat Yogyakarta, seperti halnya Agama Islam, masih menerapkan tradisi ritual Kraton walaupun saat ini sudah ada pembaharuan dengan adanya organisasi masyarakat dalam komunitas Agama Islam baik dari Nahdlatul Ulama (NU) ataupun Muhammadiyah.
Selain itu, Sugianto menegaskan bahwa tidak ada sistem “dakwah” dalam prinsip penyebaran ajaran Penghayat Bawonototo,. Dia menekankan kepada realisasi tradisi dan ritual yang diketahui secara publik oleh penganutnya. Sehingga secara tidak langsung, mereka mengetahui esensi dari setiap tradisi yang dijalankan termasuk juga filosofi dari tujuannya sebagai bentuk proses distribusi ajaran.
Deva Alvina Br Sebayang, Penyuluh Agama Kristen Kantor Kementerian Agama Tapanuli Tengah, Sumatera Utara berpendapat bahwa kegiatan ini mengantarkan kepada suatu titik terang tentang filosofi kehidupan. Menerima apa yang terkadang tidak sesuai dengan keinginan manusia, tentang kejahatan yang merupakan bagian dari kehidupan namun tugas manusia untuk tidak boleh melakukannya. Dia menambahkan bahwa agama lokal sangat menekankan harmoni relasi antara makrokosmos dan mikrokosmos dengan menyadari bahwa meskipun kegelapan adalah bagian kehidupan, namun manusia seyogyanya ada dalam posisi terang dalam menjalani hidupnya dengan iman kepada Tuhan YME.

Pesantren Membendung Radikalisme

Opini Saturday, 20 December 2014

Republika, 9 September 2014
Pergerakan Islamic State yang dipimpin oleh Abu Bakar al-Baghdadi tidak menyusut meskipun banyak negara melakukan serangkaian kecaman terhadap aksi brutal mereka. Dukungan yang diberikan Abu Muhammad al-Indonesi kepada Negara Islam Irak dan Suriah/Islamic State of Iraq and Syam (ISIS) adalah bagian kecil dari berhasilnya gagasan transnasionalisme merangsek ke nusantara. Transnasionalisme merupakan gagasan yang mengusung “penghapusan” batas-batas negara.
Sebagai negara muslim terbesar di dunia, potensi dukungan dari muslim di Indonesia tentu sangat menggiurkan bagi pihak IS. Terlebih, menurut Martin van Bruinessen (2014), terdapat gejala pergerakan islam “kembali ke arah konservatif” (Concervatife Turn). Maka itu, perlu kewaspadaan tingkat tinggi untuk mensiagai kemungkinan terburuk berkembangnya embrio IS di Indonesia.
Baca Artikel Lengkap di http://www.republika.co.id/berita/profil-bintang//14/09/11/nbq3ca1-pesantren-bendung-radikalisme

WED FORUM: Religion and Attitudes toward Gender Inequality: An Indonesian Survey

Berita Wednesday Forum Saturday, 6 December 2014

xx

Abstract:
Inequality between the sexes is often regarded as a salient characteristic of Muslim societies. Despite enormous public and academic interest in the possible relationship between religion and sex-based inequality, few works have systematically compared the status of women and girls in Muslim and non-Muslim communities. This research presentation examines the question of attitudes toward sex-based inequality using an experiment embedded in a cross-national public opinion survey.

The presentation will focus on findings from a national-level survey of Indonesia, but will also provide some comparative data from surveys in Jordan, Lebanon, and Uganda that demonstrate several broad conclusions. First, while we find meaningful variation in the levels of support for female empowerment across these countries, there is little support for the hypothesis that Muslims, in particular, hold attitudes favorable toward the unequal treatment of women. Second, we find that interaction with religious leaders and co-religionists does not have a perceivable effect on attitudes toward gender inequality. Third, we find that a respondent’s sex is a potentially strong predictor of attitudes toward gender inequality. The results of our investigation could have implications for a broad range of political outcomes, including social development, structural inequalities, and inter-confessional conflict.

1…5354555657…190

Instagram

Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
R A G A Ada beberapa definisi menarik tentang raga R A G A
Ada beberapa definisi menarik tentang raga di KBBI. Raga tidak hanya berarti tubuh seperti yang biasa kita pahami dalam olah raga dan jiwa raga. Raga juga dapat berarti keranjang buah dari rotan, bola sepak takraw, atau dalam bahasa Dayak raga berarti satuan potongan daging yang agak besar. Kesemua  pengertian itu menyiratkan raga sebagai upaya aktif berdaya cipta yang melibatkan alam. Nyatanya memang keberadaan dan keberlangsungan raga itu tak bisa lepas dari alam. Bagi masyarakat Dondong, Gunungkidul, raga mereka mengada dan bergantung pada keberadaan telaga. Sebaliknya, keberlangsungan telaga membutuhkan juga campur tangan raga warga. 

Simak pandangan batin @yohanes_leo27  dalam festival telaga Gunungkidul di web crcs ugm
K O S M O P O L I S Kosmo bermakna semesta, sement K O S M O P O L I S
Kosmo bermakna semesta, sementara polis itu mengacu pada kota yang seupil. Sungguh istilah oksimoron dengan daya khayal maksimal. Namun, nyatanya, yang kosmopolis itu sudah hadir sejak dulu dan Nusantara adalah salah satu persimpangan kosmopolis paling ramai sejagad. Salah satu jejaknya ialah keberadaan Makco di tanah air. Ia bukan sekadar dewa samudra, melainkan kakak perempuan yang mengayomi saudara-saudara jauhnya. Tak heran, ketika sang kakak berpesta, saudara-saudara jauh itu ikut melebur dan berdendang dalam irama kosmopolis. Seperti di Lasem beberapa waktu silam, Yalal Wathon dinyanyikan secara koor oleh masyarakat keturunan tionghoa dan para santri dengan iringan musik barongsai. Klop!

Simak ulasan @seratrefan tentang makco di situs web crcs!
At first glance, religious conversion seems like a At first glance, religious conversion seems like a one-way process: a person converts to a new religion, leaving his old religion. In fact, what changes is not only the person, but also the religion itself. The wider the spread of religion from its place of origin, the more diverse the face of religion becomes. In fact, it often gives birth to variants of local religious expressions or even "new" religions. On the other hand, the Puritan movement emerged that wanted to curb and eradicate this phenomenon. But everywhere there has been a reflux, when people became disaffected with Puritan preachers and tried to return to what they believed their religion was before.

Come and join the #wednesdayforum discussion  at the UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju