• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • News
  • page. 49
Arsip:

News

INTERNATIONAL SUMMER COURSE 2015: Religion and Globalization in Indonesia

HeadlineNews Friday, 27 March 2015

DpmhESZ
The Center for Religious and Cross-Cultural Studies at Gadjah Mada University, in cooperation with Florida International University (Miami, Florida, U.S.A.), invites you to join us for our four-week English-language program this May to experience life and culture in Indonesia and to examine the place of religion and globalization in our contemporary global world. This course will explore “Religion and Globalization” in the context of Indonesia, a diverse society including the world’s largest Muslim population. With its official motto “Bhinneka Tunggal Ika” (Unity in Diversity), Indonesia faces the challenges of building relationships across diverse religions and ethnicities. During the first three and half weeks in Yogyakarta, the cultural capital of Java, we will examine the diversity of Indonesia’s religious experience through seminars with local and international experts and excursions to local organizations, communities, and sacred places. In Bali, we will explore globalization’s impact on culture, religion and nature.

Diskusi & Launching Buku: Sisi Gelap Demokrasi, Politik Identitas dan Kekerasan

News Sunday, 22 March 2015

CRCS-20150319-58477ad1ea6a94dadaniSalah satu capaian penting reformasi di Indonesia adalah tumbuhnya masyarakat madani (civil society) yang kuat. Namun, beberapa di antara organisasi masyarakat madani yang paling efektif dewasa ini justru adalah kelompok-kelompok Islamis garis-keras yang mendakwahkan intoleransi dan menyebarluaskan kebencian. Di beberapa wilayah, seperti Jawa Barat dan seputar Jakarta, organisasi-organisasi ini terbukti amat memengaruhi agenda kebijakan publik, dengan mendesak pemerintah—baik di tingkat lokal maupun nasional—untuk menerapkan pandangan mereka mengenai moralitas dan pemahaman mereka mengenai ortodoksi. Meskipun mengusung agenda-agenda yang antidemokrasi, semua organisasi di atas justru memanfaatkan ruang-ruang bebas yang disediakan demokrasi.
Pertanyaannya, apakah organisasi-organisasi itu tumbuh berjalan seiring dengan meningkatnya konservatisme sosial masyakarat Indonesia, atau karena koneksi-koneksi politik tingkat tinggi yang kuat? Mengapa mereka tampak lebih efektif dalam advokasi mereka dibanding organisasi-organisasi lainnya? Bagaimana demokrasi mengatasi kekuatan-kekuatan anti-demokrasi yang menggerogotinya itu?
Disisi yang lain Konflik keagamaan sering dikaitkan dengan kondisi politik lokal setempat. Secara langsung atau pun tidak, politik identitas menjadi isu sensitif, khususnya pada proses pemilihan kepala daerah. Meskipun kedua hal itu tidak selalu berhubungan, namun kebijakan pemerintah terutama pada masa sebelum atau sesudah transisi akan mempangaruhi kondisi konflik keagamaan. Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS) UGM menerbitkan serial laporan kehidupan beragama terkait dengan Politik Lokal dan Konflik Keagamaan yang akan dilaunching pada diskusi ini.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Program Studi Agama dan Lintas Budaya bekerjasama dengan Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina, Jakarta.
Kedua buku bisa diunduh dengan mengklik judul berikut ini:

Call for Application: Sekolah Pengelolaan Keragaman 2015

BeritaHeadlineNewsSPK news Monday, 2 March 2015

Batas waktu 11 April 2015

Program Studi Agama dan Lintas Budaya (Center for Religious and Cross-cultural Studies/CRCS) Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, membuka pendaftaran untuk:

Sekolah Pengelolaan Keragaman (SPK) Ke-VI
Yogyakarta, 19 Mei – 31 Mei 2015

Sekolah Pengelolaan Keragaman mengundang aktifis dan pengajar/peneliti yang mempunyai komitmen untuk mengembangkan dan mengintegrasikan teori dan praktik terkait isu keragaman (dalam arti luasnya yang mencakup advokasi dan pembuatan kebijakan dalam masyarakat majemuk) dalam kerja/studi mereka. Setiap peserta diharapkan terlibat dalam kelompok penelitian mengenai isu-isu keragaman di daerah masing-masing setelah selesai mengikuti sekolah ini.
Kami menerima peserta dari:

Beasiswa CRCS Tahun Ajaran 2013/2014

News Tuesday, 24 February 2015

2JmMpGdKesempatan mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi S2 di Program Studi Agama dan Lintas Budaya (Center for Religious and Cross-cultural Studies/CRCS) dengan beasiswa dari CRCS kembali dibuka. Prodi ini merupakan salah satu Program Studi multi disiplin di Sekolah Pascasarjana UGM yang berdiri sejak tahun 2000 dan telah terakreditasi A dari BAN PT. Seperti tahun-tahun sebelumnya beasiswa ini akan diberikan untuk mahasiswa baru tahun ajaran 2013/2014. Persyaratan beasiswa meliputi:

  1. Telah terdaftar sebagai mahasiswa Prodi Agama dan Lintas Budaya, artinya pelamar telah lulus seleksi Administrasi, lulus tes wawancara dan telah dinyatakan di terima di UGM.
  2. Mengirimkan surat lamaran beasiswa yang menjelaskan alasan melamar beasiswa dan mengapa layak mendapatkan beasiswa tersebut. Surat lamaran ditujukan kepada Ketua Program Studi Agama dan Lintas Budaya.
  3. Tidak sedang menerima beasiswa dari suatu institusi.
  4. TEOFL minimal 475.

Untuk mengetahui informasi lebih lanjut tentang beasiswa Program Studi Agama dan Lintas Budaya, dapat menghubungi Linah Khairiyah Pary di crcs@ugm.ac.id atau lina_pary@yahoo.com
Untuk mengetahui persyaratan administrasi kuliah S2 di UGM, silahkan buka www.um.ugm.ac.id

Berbagai Pertanyaan Seputar Beasiswa dan Pendaftaran CRCS

NewsUncategorized Sunday, 22 February 2015

Berbagai Pertanyaan Seputar Beasiswa dan Pendaftaran CRCS

A. BEASISWA

  • Bagaimana tata cara pendaftaran beasiswa CRCS? (Diperbarui 2024)
    • Ketika mendaftar, pilih jalur reguler/biaya sendiri
    • Unggah seluruh dokumen persyaratan, kecuali dokumen Mou dan perjanjian kerja sama
    • Setelah lolos seleksi administrasi dan wawancara, ajukan surat permohona ke Kaprodi CRCS
    • Surat permohonan maksimal 2 halaman dan menjelaskan mengapa melamar beasiswa CRCS dan mengapa layak mendapat beasiswa
    • Kirim surat lamaran ke surel crcs@ugm.ac.id
  • Apa saja persyaratan untuk melamar beasiswa CRCS? Pelamar yang boleh melamar beasiswa CRCS adalah pelamar yang telah dinyatakan lulus ujian masuk dan sudah dinyatakan diterima di CRCS UGM. Pelamar mengajukan surat lamaran beasiswa ke Ketua Program Studi Agama dan Lintas Budaya. Surat lamaran tersebut menjelaskan mengapa pelamar melamar beasiswa CRCS dan mengapa pelamar layak untuk mendapatkan beasiswa CRCS.
  • Biaya apa saja yang ditanggung beasiswa CRCS? Beasiswa CRCS hanya menanggung biaya SPP sebesar Rp9.000.000 (sembilan juta rupiah) per semester selama 4 semester. Beasiswa CRCS tidak menanggung biaya hidup, biaya penelitian, biaya buku, biaya transportasi, dan biaya lainnya.
  • Apa saja kewajiban penerima beasiswa CRCS? Penerima beasiswa CRCS memiliki kewajiban untuk bekerja 6 jam dalam satu minggu di CRCS atau berdasarkan luaran yang disepakati. Terdapat tiga jenis pekerjaan yang ditawarkan. Penerima beasiswa dapat memilih salah satu dari pekerjaan tersebut. Pertama, menjadi Asisten Peneliti di bawah koordinasi Divisi Riset atau Divisi Publikasi. Kedua, menjadi Reporter/Kontributor di bawah Koordinasi Divisi Pendidikan Publik. Keterangan lebih lanjut terkait tugas dan luaran akan dijelaskan lebih lanjut oleh masng-masing koordinator divisi. 
  • Berapa lama beasiswa CRCS diberikan? CRCS akan memberikan beasiswa selama 4 semester/2 tahun kepada penerima beasiswa CRCS dengan syarat performa akademik dan performa pekerjaan penerima beasiswa tersebut baik. IPK penerima beasiswa CRCS minimal 3.25. Evaluasi performa akademik dan performa pekerjaan dilakukan pada setiap semester. CRCS akan menghentikan beasiswa jika performa penerima beasiswa tidak memenuhi syarat. Selanjutnya, mahasiswa tersebut melanjutkan studi dengan biaya sendiri atau mengajukan beasiswa ke instansi lain.
  • Karena beasiswa CRCS hanya menanggung biaya SPP, apakah boleh saya melamar beasiswa lain yang lebih besar dari beasiswa CRCS untuk membiayai biaya hidup, penelitian, buku dan lain-lain? Ya, Anda dapat melamar beasiswa lain yang lebih besar dari CRCS. Jika Anda telah dinyatakan diterima oleh beasiswa lain tersebut, Anda diwajibkan untuk melapor ke CRCS. Selanjutnya, beasiswa CRCS Anda akan dihentikan dan akan dialihkan kepada mahasiswa lain yang lebih membutuhkan.
  • Apakah beasiswa CRCS dan beasiswa Sekolah Pascasarjana termasuk dalam kategori beasiswa instansi sebagaimana yang disebut dalam formulir pendaftaran UGM? Beasiswa CRCS dan beasiswa Sekolah Pascasarjana bukan termasuk dalam kategori beasiswa instansi. Beasiswa instansi diberikan kepada staf suatu instansi yang akan melanjutkan studi di UGM. Instansi pemberi beasiswa tersebut telah memiliki kerjasama dengan UGM atau Sekolah Pascasarjana untuk menyekolahkan stafnya.
  • New Zealand Visit: Understanding Indonesia, its Religions and Politics

    News Monday, 16 February 2015

    CRCS | News | Hary Widyantoro
    In recent years there have been a number of scholars as well as students travelling to Southeast Asia to learn more about the region. On February 7 2015 students from Victoria University in New Zealand visited Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta to learn about Indonesia. Their visit was part of a broader trip they were taking around Southeast Asia. Because of the important role religion plays in Indonesia and in the life of Indonesian’s, learning about Indonesia also requires learning about the dynamics of religion and politics. This leads the students to visit the Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS), an institution for Religious Studies in Indonesia. CRCS arranged a short lecture in the Graduate Building (where the CRCS office is located) as well as a tour to three religious places: Pondok Pesantren Pandanaram in Yogyakarta and Borobudur Temple and Vihara Mendut in Magelang.
    At CRCS, the students attended two short presentations from Haqimul Ikhwan, M.A from the ASEAN Center, UGM and Dr Iqbal Ahnaf, a lecturer at CRCS. Haqim addressed the issue of multiculturalism in Southeast Asia generally and in Indonesia specifically. Regarding one of the problems of multiculturalism in Southeast Asia, Haqim stressed that “in this globalized society, if you do not come to democracy, it will come to you.” Each country tries to implement democracy, but prejudice towards others still exists in diverse societies because nationalism is understood as homogenous. In other words, it is considered as a single identity.
    Regarding this point, Haqim contended that identity is in fact not single, never fixed, relational and constructed. People consider a number of things when speaking of their identity and this consideration changes based on the context, meaning identity is always negotiated. Hence, particular people tend to feel superior to others because they have a different identity from them, which leads the “other” to feel insecure and threatened, especially if they are part of a minority group.
    Continuing on this theme, Iqbal Ahnaf presented a more specific issue relating to the dynamics of Islam in Indonesia. Beginning his presentation, Iqbal contended that Indonesia is not an Islamic country because although some areas have a Muslim majority population other areas have a non-Muslim majority. For example, in western Indonesia such as Sumatra and Java, Muslims comprise the majority of the population whereas in Eastern Indonesia, such as NTT and Papua, the majority of the population are non-Muslims. Therefore, he emphasized that Indonesia is not an Islamic country, even though the majority are Muslims.
    Discussions about Islam in Indonesia requires discussion of Islam and its two biggest organizations: NahdlatulUlama and Muhammadiyah. Iqbal explained that these organizations also need to be included in discussions about democracy in Indonesia because both organizations play important roles in implementing democracy. Moreover, both organizationsdo not supportthe implementation of either a Islamic state or Syari’ah in Indonesia, based on the consideration that not all Indonesians are Muslims.
    With this in mind, Iqbal said that Islam in Indonesia is generally a tolerant form of Islam and many Muslims accept and respect the difference of others rather than the idea of an Islamic state. “However,” he remarked,“where is the tolerance rooted?” He then explained that Islam in Indonesia was not spread through conquest like in other parts of the world but through cultural processes such as marriage, trade, etc. It is this that led the founding fathers of Indonesia to make the decision against creating an Islamic state, but rather a secular state which recognizes religion as an important part of Indonesian life.
    However, this ideology has been challenged from time to time due to the existence ofradicalism. Iqbal explained that there are two kinds of Islamic radicalism in Indonesia. First is a non-violent form, comprised mostly of people from the salafis movement, and the second a more violent form comprised of thosewho are radical political Islamists. In his presentation, Iqbal discussed the origin of radicalism in Indonesia. It arose through a conflict between those who wanted to implement Syari’ahand those who disagreed on the basis that not all Indonesians are Muslims. This disagreement occurred during the post-independent when the Indonesian state was beingconceptualized. Supporters of the implementation of Syari’ah continued to lose in elections and debates with nationalists, which lead to the formation ofnationalist parties cross-cutting religious lines, which are supported by NU and Muhammadiyah, two strong civil society organizations.
    After the lecture, the students visited a Pesantren to experience a religious educational institution creating future Muslims. Representatives from both Victoria University and the Pesantrengave a presentation about their respective institution and country, in order to share experiences and information.At the end, students from both institutionsgave performances. Students of the Pesentran performed hadrah, Islamic music and songs mixed with Javanese traditions, while Victoria Students performed the Haka, which is the traditional dance of Maori people in New Zealand.
    Continuing the tour the students visited Borobudur temple in Magelang, Central Java the following day. There students saw the architecture of Mahayana Buddhism in Indonesia and learnthat it was createdin the 9th Century basedon oral tradition rather than written scripture. The last place that the students visited was Mendut Buddhist monastery where they learned from a senior Buddhist monk about the purpose of meditation,that are to control emotion, illusion and thought. At the end they practiced meditation guided by the monk.

    1…4748495051

    Instagram

    Since the end of 19th century, the Catholic Church Since the end of 19th century, the Catholic Church has conducted missionary activities among the Javanese in Muntilan, Indonesia, establishing it as the first Catholic mission site in Java. The missionary work not only impacted the Javanese but also the Chinese descendants in Muntilan. The conversion of the Chinese to Catholicism in sparked debates among the Chinese community, who perceived it as a contributing factor to the abandonment of Chinese characteristics. This contest leads to the dynamic and diverse identities of Chinese Catholics within the community, as Chinese characteristics and Catholic faith mutually influence each other.

Come and join the #wednesdayforum discussion with @astridsyifa at the UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to brong your tumbler. This event is free and open to public
    Selamat kepada peserta terpilih!!! Ada namamu di s Selamat kepada peserta terpilih!!!
Ada namamu di situ?

😎

peserta terpilih akan dihubungi oleh panitia
    yoohoooo... are you waiting for this announcement? yoohoooo...
are you waiting for this announcement?

#studentexchange #religiousstudies #kaburajadulu
    Setiap bahasa punya pendekatan dan penyebutan berb Setiap bahasa punya pendekatan dan penyebutan berbeda untuk menamai "pendidikan". Bahasa Arab membedakan antara tarbiyah, ta'lim, tadris, dan ta'dib ketika berbicara tentang "pendidikan". Sementara itu, bahasa Inggris memaknai "pendidikan" sebagai educare (latin) yang berarti 'membawa ke depan'. Jawa memaknai pendidikan sebagai panggulawênthah, 'sebuah upaya mengolah', dan upaya untuk mencari pendidikan itu disebut sebagai "ngelmu", bukan sekadar mencari melainkan juga mengalami. Apa pun pemaknaannya, hampir semua peradaban sepakat bahwa pendidikan adalah kunci untuk memanusiakan manusia.
    Load More Follow on Instagram

    Twitter

    Tweets by crcsugm

    Universitas Gadjah Mada

    Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
    Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
    Email address: crcs@ugm.ac.id

     

    © CRCS - Universitas Gadjah Mada

    KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

    [EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju