Menurut Eliade, agama tidak bisa direduksi sebagai fenomena sampingan semata, yang mengandaikan agama sebagai variabel yang dependen atau akibat dari struktur sosial tertentu. Baginya, agama merupakan sesuatu yang 'sui generis': ia memiliki aspek-aspek esensial yang otonom, dan karena itu harus didekati dengan fenomenologi.
Perspective
Bila melihat bahwa tujuan dari dialog antaragama bukan saja menyangkut isu teologis melainkan juga pemecahan masalah bersama terkait isu sosial, ekonomi, politik dan isu ekologis, eksklusi terhadap agama lokal dalam dialog antaragama berarti pengabaian terhadap mitra dialog yang amat berharga.
Durkheim berpendapat bahwa cara terbaik untuk memahami agama bukanlah melalui individu, melainkan melalui masyarakat, karena masyarakatlah yang membentuk individu. Sejalan dengan Marx dan Weber, Durkheim menempatkan agama pertama-tama bukan sebagai gejala psikologis individu, melainkan sebagai kenyataan sosial di masyarakat.
Bagaimana mestinya kita memposisikan beragam argumentasi keagamaan dan non-keagamaan dalam sistem demokrasi? Sejumah teoritisi demokrasi menawarkan adanya konsensus (rasional) berdasarkan penalaran publik. Namun, seberapa inklusifkah konsensus ini?
Istilah “paganisme” umum digunakan untuk merujuk pada praktik dan tradisi para penyembah berhala. Dalam sejarah, istilah ini lazim digunakan oleh komunitas Kristen awal di Romawi pada abad ke-4 guna membedakan keimanan mereka dari praktik dan tradisi para pemuja dewa. Namun, benarkah pemaknaan ini?
Sebelum gerakan ekologi modern diteorisasi, komunitas-komunitas adat atau agama lokal di pelbagai penjuru dunia merupakan kelompok yang menerjemahkan kesadaran ekologis dalam kehidupan sehari-hari dan berbasis pada kepercayaan religius yang melekat erat dalam kepercayaan mereka serta mendorong lahirnya aksi perlawanan terhadap para perusak alam. Salah satunya ialah gerakan Chipko di Uttar Pradesh, India.