Durkheim berpendapat bahwa cara terbaik untuk memahami agama bukanlah melalui individu, melainkan melalui masyarakat, karena masyarakatlah yang membentuk individu. Sejalan dengan Marx dan Weber, Durkheim menempatkan agama pertama-tama bukan sebagai gejala psikologis individu, melainkan sebagai kenyataan sosial di masyarakat.
Perspective
Bagaimana mestinya kita memposisikan beragam argumentasi keagamaan dan non-keagamaan dalam sistem demokrasi? Sejumah teoritisi demokrasi menawarkan adanya konsensus (rasional) berdasarkan penalaran publik. Namun, seberapa inklusifkah konsensus ini?
Istilah “paganisme” umum digunakan untuk merujuk pada praktik dan tradisi para penyembah berhala. Dalam sejarah, istilah ini lazim digunakan oleh komunitas Kristen awal di Romawi pada abad ke-4 guna membedakan keimanan mereka dari praktik dan tradisi para pemuja dewa. Namun, benarkah pemaknaan ini?
Sebelum gerakan ekologi modern diteorisasi, komunitas-komunitas adat atau agama lokal di pelbagai penjuru dunia merupakan kelompok yang menerjemahkan kesadaran ekologis dalam kehidupan sehari-hari dan berbasis pada kepercayaan religius yang melekat erat dalam kepercayaan mereka serta mendorong lahirnya aksi perlawanan terhadap para perusak alam. Salah satunya ialah gerakan Chipko di Uttar Pradesh, India.
Fransiscus van Lith mengupayakan akulturasi Katolik dengan budaya Jawa, memisahkan misi Katolik dari kepentingan kolonial, dan mendirikan sekolah yang melahirkan tokoh-tokoh Katolik pro-nasionalis, seperti Soegijapranata, yang terkenal dengan jargonnya "100 persen Katolik, 100 persen Indonesia".
Seturut pola yang terjadi di banyak wilayah lain di Nusantara, sejarah perubahan agama di Batak juga merupakan sejarah penyebaran agama dunia yang ditopang oleh kekuasaan dengan kepentingan ‘memperadabkan masyarakat yang primitif’.