• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members
      • Visiting Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Admission
    • Courses
    • Schedule
    • Scholarship
    • Accreditation
    • Crossculture Religious Studies Summer School
    • Student Service
    • Survey-2022
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Activities
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Research
      • Overview
      • Resource Center
    • Community Service
      • Wednesday Forum
    • International Events
      • ICIR
      • Interfaith Mediation
      • IGSSCI
    • Student Achievements
  • Beranda
  • Wednesday Forum News
  • Environmentalism from below: Rethinking Catholic mission at the frontiers of Neoliberal Capitalism

Environmentalism from below: Rethinking Catholic mission at the frontiers of Neoliberal Capitalism

  • Wednesday Forum News
  • 5 March 2021, 15.44
  • Oleh: CRCS UGM
  • 0

Environmentalism from below: Rethinking Catholic mission at the frontiers of Neoliberal Capitalism

Wednesday Forum – March 10, 2021

The talk will explore the impact that female Catholic missionary congregations have had in multicultural spaces at the margins of neoliberal capitalism in the Urabรก region, western Colombia and the Manggarai region, western Flores, eastern Indonesia. It shows the different ways through which the Catholic Church has re-signified the concept of โ€œmissionโ€ in frontier spaces characterized by ethnic and religious diversity, and determined by unequal dynamics of wealth and land distribution as well as environmental degradation. I focus on female orders because their work is rarely acknowledged in scholarly literature despite the influential role they have had among indigenous populations in frontier spaces. I argue that grassroots cooperation between missionaries and indigenous groups has been successful in advancing collective interests of indigenous and ethnic communities while generating creative multicultural encounters.

Ricardo Vargas Posada is a researcher, university lecturer, political analyst and writer. He recently graduated with honors from the doctoral program of Interreligious Studies at the Indonesian Consortium for Religious Studies, Yogyakarta, where he conducted research on the intersection of Catholic female missionary congregations and grassroots environmentalism in Indonesia and Colombia.

Look at the full poster of this event here.

Tags: Wednesday Forum

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Facebook

Facebook Pagelike Widget

Instagram

Beberapa waktu silam, kami berkunjung ke Lasem unt Beberapa waktu silam, kami berkunjung ke Lasem untuk studi lapangan. Kota kecamatan ini memang terkenal dengan toleransi dan harmoni masyarakatnya yang berlatar belakang Jawa, Cina, dan Arab. 

Namun, selama perjalanan kami di sana, ada yang mengganjal. Kami tak banyak menemui orang-orang keturunan Tionghoa di ruang publik secara aktif. 

Simak catatan reflektif dari @astridsyifa tentang eksistensi masyarakat keturunan Tionghoa di daerah yang pernah berjuluk "Little Tiongkok" ini di situs web crcs ugm.
Bagi sebagian besar yang merayakan, tahun ini adal Bagi sebagian besar yang merayakan, tahun ini adalah tahun kelinci air. Namun, di Vietnam, ini adalah tahun kucing. 

Sementara itu, sebagian komunitas keturunan Tionghoa di Tanah Melayu merayakannya sebagai tahun kancil. Iya betul, si kancil yang kerap dituduh mencuri timun oleh pak tani. Padahal, kancil mencuri timun karena hutannya habis dibabat oleh manusia. 

Apa pun hewan yang mewakili tahun ini, semoga damai bagi semesta sepanjang masa. 

xin nian kuaile, gongxi facai
Bagaimana jika ajaran agama saya memerintahkan say Bagaimana jika ajaran agama saya memerintahkan saya untuk membunuh manusia lain, sementara perbuatan itu dianggap melanggar hukum oleh negara? Apakah artinya kebebasan beragama saya sedang dikekang?

Apakah kebebasan beragama berarti juga bebas berganti-ganti agama? 

Kebebasan beragama ternyata tidak sesederhana soal seseorang bebas memilih dan menjalankan agama yang ia yakini. 

Dalam bukunya ๐˜—๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ฃ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ต๐˜ช๐˜ป๐˜ช๐˜ฏ๐˜จ ๐˜™๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜จ๐˜ช๐˜ฐ๐˜ถ๐˜ด ๐˜๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ฆ๐˜ฅ๐˜ฐ๐˜ฎ (2012), Arvind Sharma mengupas tuntas berbagai problematika Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan dan Bung @vikry_reinaldo mengulasnya dengan apik.

Ulasan lengkapnya bisa dibaca di situs web crcs ugm.
Secarik oleh-oleh dari Seminar Agama-Agama (SAA) P Secarik oleh-oleh dari Seminar Agama-Agama (SAA) Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) sekaligus refleksi Natal dan Tahun Baru untuk Indonesia yang beragam dan inklusif dari @ika.iku.aku 

Selengkapnya di situs web crcs ugm
load more... @crcs_ugm

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, Floors 3-4
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju