• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • About Us
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members
      • Visiting Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Admission
    • Courses
    • Schedule
    • Scholarship
    • Accreditation
    • Student Service
    • Survey
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Activities
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Research
      • Overview
      • Resource Center
    • Community Service
      • Wednesday Forum
    • International Events
      • ICIR
      • Interfaith Mediation
      • IGSSCI
    • Student Achievements
  • Beranda
  • Wednesday Forum Report
  • Para Perempuan Pelintas Batas: Peluang dan Tantangan

Para Perempuan Pelintas Batas: Peluang dan Tantangan

  • Wednesday Forum Report
  • 27 March 2022, 07.46
  • Oleh: crcs ugm
  • 0

Para Perempuan Pelintas Batas: Peluang dan Tantangan

Ihsan Kamaludin – 27 Maret 2022

Dua kelompok perempuan dari dua desa dan dua agama berbeda berkumpul untuk saling membacakan kitab suci lalu berbagi refleksi. Merekalah para perempuan pelintas batas yang membuka sekat-sekat dialog lintas agama.

Perbedaan adalah sebuah keniscayaan dan senantiasa menjadi tantangan bagi masyarakat yang hidup dalam keberagaman. Namun, keberagaman yang tidak dikelola dengan baik akan memicu konflik yang tak jarang berujung pada kekerasan. Dari semua itu, perempuan adalah kelompok yang paling rentan menjadi korban. Karenanya, suara dan keterlibatan perempuan berperan penting dalam upaya pengelolaan keberagaman dan dialog lintas agama.

Semangat inilah yang memantik Suryaningsi Mila, Dosen Sekolah Tinggi Teologi Gereja Kristen Sumba, untuk mengumpulkan  dua kelompok perempuan dari Wendewa Barat dan Kampung Watu Asa, Sumba Tengah, untuk terlibat dalam sebuah dialog lintas agama. Melalui pembacaan lintas-teks kitab suci, Mila ingin membuat ruang dialog yang aman dan nyaman bagi perempuan untuk mengekspresikan diri dengan bebas atas pengalaman, masalah, maupun harapan mereka. Pengalaman selama proses dan hasil dialog tersebut ia presentasikan dalam Wednesday Forum (02/03) yang mengusung tema “Border-Crossing Women: A Cross-Communitarian Reading of Muslim and Christian Women in North Wendewa and Watu Asa Village, Central of Sumba”.

Dalam pemaparannya, lulusan Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) ini menegaskan bahwa peranan perempuan seringkali kurang diperhatikan dalam dialog lintas agama. “Terutama perempuan yang berada di akal rumput,” jelas Mila. Padahal, merekalah yang paling banyak melakukan interaksi sosial, termasuk dengan anggota masyarakat yang berbeda agama. “Perempuan sejatinya memiliki peranan yang sangat penting baik dalam membangun maupun memelihara perdamaian di berbagai tempat termasuk juga area pascakonflik,” tukas Mila.

 Membaca Kitab Suci, Merefleksikan Pengalaman Sehari-hari

Mila sengaja memilih pembacaan lintas-teks kitab suci sebagai salah satu metode dialog lintas agama. Ia terinspirasi oleh dua penelitian terdahulu dari Daniel Listijabudi dan Kwok Pui Lan yang menunjukkan berbagi potensi dari pembacaan lintas-teks tersebut. Teks yang memiliki kesamaan motif cerita bisa menjadi jembatan bagi kedua pihak yang berbeda keyakinan untuk saling merefleksikan diri dan berdialog lebih jauh. Sebagai agama yang bermuara pada tradisi abrahamik, Islam dan Kristen memiliki beberapa persamaan, salah satunya tentang cerita-cerita di kitab suci. Mila memilih kisah Musa yang terdapat di Al-Qur’an dan Alkitab sebagai tema yang akan direfleksikan bersama.

Mila sadar, pembacaan lintas-teks kitab suci pada kelompok perempuan akar rumput ini punya beberapa tantangan. Salah satunya soal otoritas keagamaan. Pemuka agama di Sumba merupakan pihak otoritatif dalam menafsirkan kitab suci sehingga kehadiran perempuan di ranah interpretasi ayat kitab suci cenderung pasif. Apalagi, perempuan di kedua desa tersebut tidak terbiasa untuk berdiskusi terkait hal-hal tekstual. Meskipun demikian, aktivitas dialog lintas agama yang merujuk pada ayat-ayat di kitab suci tersebut tetap diupayakan.

Menurut Mila, para perempuan Kampung Wendewa Barat dan Watu Asa merasa terkesima setelah mengetahui begitu banyak kesamaan ajaran yang dibawa oleh masing-masing agama. Perbedaan dalam detail maupun posisi Musa dalam Al-Qur’an dan Alkitab tidak menghalangi mereka untuk berefleksi dan belajar satu sama lain. Bagi para peserta ini, kisah Musa yang dihanyutkan ke sungai menunjukkan solidaritas perempuan yang berbeda suku bangsa dan agama dalam menyelamatkan seorang bayi laki-laki dari tindakan kekerasan. Mereka juga merefleksikan bagaimana perjuangan untuk menyelamatkan sebuah kehidupan tersebut dengan pergulatan mereka untuk memenuhi kebutuhan harian keluarga. Pengalaman dan pengetahuan baru inilah yang mendorong mereka untuk semakin memperkuat rasa toleransi dan tolong-menolong dalam kehidupan sehari-hari, apa pun suku dan agamanya. Meskipun demikian, masing-masing kelompok tetap memiliki batasan-batasan sendiri dalam memaknai pengetahuan baru tersebut. Nilai-nilai tersebut dipegang untuk meneguhkan rasa saling pengertian antarpemeluk agama dan tidak dimasukkan ke dalam ranah konversi agama.

Yang menarik, pada diskusi tersebut, para perempuan dari kedua desa sering kali merefleksikan kisah-kisah tersebut dengan pengalaman kehidupan yang mereka alami sehari-hari. Dengan cara demikian rupanya mereka lebih bisa mendalami konteks dari ajaran agama dibandingkan hanya membaca teks yang berasal dari kitab suci masing-masing. Mila menambahkan bahwa kegiatan ini dapat menjadi batu loncatan bagi perempuan peserta dialog untuk memperkaya khazanah keilmuan sekaligus mengartikulasikan nilai agama ke dalam kehidupan mereka.

Temuan Mila menunjukkan, ada beberapa hal yang menjadi kunci dalam keberhasilan kegiatan pembacaan lintas-teks kitab suci ini. Salah satunya adalah ikatan kekerabatan dan kesamaan kultur. Meski berbeda agama, para perempuan dari dua desa tersebut sudah memiliki relasi kekerabatan yang erat dan sama-sama tumbuh dalam kebudayaan Marapu, Sumba. Mereka merefleksikan kisah Musa di Al-Qur’an dan Alkitab dengan nilai-nilai keagamaan Marapu, yang mereka sebut dengan tana nyuwu watu lissi atau ‘tanah tanpa batas’. Siapa pun yang tinggal di tanah Marapu wajib saling menolong dan menjaga solidaritas tanpa mengenal batasan identitas.

Di sisi lain, Mila juga menggarisbawahi bahwa kegiatan ini mampu memberi ruang lebih bagi keterlibatan perempuan dalam interpretasi dan refleksi isi teks kitab suci. Suara perempuan terhadap kitab suci seringkali direpresentasikan oleh lelaki. Perempuan tak jarang dalam posisi yang marjinal sebagai penafsir kitab suci sehingga  tafsir yang selama ini diproduksi acapkali bias gender. Dalam kegiatan ini, meskipun ada seorang ustaz yang membantu mereka menginterpretasikan ayat di Al-Qur’an, para perempuan tersebut punya otoritas untuk melakukan pembacaan kembali melalui refleksi mereka dengan kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, melalui pendekatan pengalaman sehari-hari, para perempuan ini menerabas tembok akademis yang seringkali menjadi halangan bagi mereka untuk memaknai teks kitab suci. Melalui pembacaan lintas-teks kitab suci dan nilai-nilai yang berlaku di “tanah tanpa batas”, para perempuan tersebut pada akhirnya menjadi para pelintas batas yang membuka sekat-sekat dialog antaragama.

_______________________

Ihsan Kamaludin adalah Mahasiswa Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS), Sekolah Pascasarjana UGM, angkatan 2020. Baca tulisan Kamal lainnya di sini.

Foto tajuk artikel ini oleh Suryaningsi Mila

Rekaman Wednesday Forum “Border-Crossing Women: A Cross-Communitarian Reading of Muslim and Christian Women in North Wendewa and Watu Asa Village, Central of Sumba” oleh Suryaningsi Mila

Tags: ihsan kamaluddin Sumba

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Facebook

Facebook Pagelike Widget

Instagram

Seperti kematian yang seolah datang tiba-tiba di p Seperti kematian yang seolah datang tiba-tiba di penghujung kehidupan, tak terasa #fkd2002 Juni spesial edisi kematian telah sampai di edisi keempat.

Sebagai pemungkas, mari kita merayakan kematian bersama rekan dari Mamasan dan Toraja. Malam Jumat, malamnya penghayat dan masyarakat adat.
Pernah dengar lagu "Nderek Dewi Maria"? Bagi saya Pernah dengar lagu "Nderek Dewi Maria"?

Bagi saya, lagu ini begitu menggetarkan kalbu. Sampai-sampai saya kadang lupa bahwa tembang Jawa ini adalah lagu Nasrani tentang sosok yang lahir ratusan tahun lalu di belahan Bumi lain nan jauh di sana.

Karenanya, jika hanya mengenal kekristenan lewat tembang tersebut, agak sukar dipercaya jikalau relasi antara gereja dan agama leluhur di Nusantara ternyata penuh pergumulan dan gejolak. Pergumulan yang pada akhirnya melahirkan teologi kontekstual atau inkulturasi.

Simak tilikan yang sekaligus menjadi renungan kritis tentang relasi gereja dan agama leluhur oleh teolog muda @vikry_reinaldo di situs web crcs ugm.
Masih ingat perdebatan seru nan kocak antara Amber Masih ingat perdebatan seru nan kocak antara Amber Heard dan pengacara Camille Vasquez di persidangan Johnny Depp?

Dari situ kita melihat betapa dahsyatnya efek dari pemilihan kata yang tepat. Pun dengan pemberitaan di media massa kita. 

Kata bukanlah sekadar susunan huruf dengan makna ala kadarnya. Di sana, tersimpan rapi sebuah ideologi yang mapan dan tidak bebas nilai. Ia punya kuasa untuk menundukkan objek, ataupun menyanjung subjek hingga ke langit. 

Simak tulisan apik @harisfatwa_ tentang narasi pemberitaan di media siber lokal tentang isu keagamaan kita hari ini. Hanya di situs web crcs ugm.
Apakah Islam mengakui adanya pemisahan antara agam Apakah Islam mengakui adanya pemisahan antara agama dan negara? Bagaimana hubungan Islam dan negara telah bertransformasi sejak dulu hingga saat ini? 

Dalam menjawab wawancara ini, Kuru mengacu kepada buku terbarunya, 𝙄𝙨𝙡𝙖𝙢, 𝙊𝙩𝙤𝙧𝙞𝙩𝙖𝙧𝙞𝙖𝙣𝙞𝙨𝙢𝙚, 𝙙𝙖𝙣 𝙆𝙚𝙩𝙚𝙧𝙩𝙞𝙣𝙜𝙜𝙖𝙡𝙖𝙣: 𝙋𝙚𝙧𝙗𝙖𝙣𝙙𝙞𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙇𝙞𝙣𝙩𝙖𝙨 𝙅𝙖𝙢𝙖𝙣 𝙙𝙖𝙣 𝙆𝙖𝙬𝙖𝙨𝙖𝙣 𝙙𝙞 𝘿𝙪𝙣𝙞𝙖 𝙈𝙪𝙨𝙡𝙞𝙢 (KPG, 2020) sekaligus lima judul buku yang menjadi rujukan utama tentang topik “Islam dan negara”.

Simak wawancara lengkap @dr_ahmettkuru bersama @isofyanabbas di situs web crcs ugm.
load more... @crcs_ugm

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, Floors 3-4
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY