• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members
      • Visiting Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Admission
    • Courses
    • Schedule
    • Scholarship
    • Accreditation
    • Crossculture Religious Studies Summer School
    • Student Service
    • Survey-2022
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Activities
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Research
      • Overview
      • Resource Center
    • Community Service
      • Wednesday Forum
    • International Events
      • ICIR
      • Interfaith Mediation
      • IGSSCI
    • Student Achievements
  • Beranda
  • dialog antaragama
  • dialog antaragama
Arsip:

dialog antaragama

Bincang Bersama Paul Knitter: Dialog Korelatif dan Masa Depan Dialog Antaragama (Bagian 2)

InterviewWawancara Wednesday, 1 February 2023

Bincang Bersama Paul Knitter: Dialog Korelatif dan Dialog Antaragama (Bagian 2)

Vikry Reinaldo Paais – 1 Februari 2023

Jika di bagian sebelumnya kami berbincang tentang batas-batas dan peluang bentuk dialog antaragama, kali ini Paul Knitter masuk dan berefleksi lebih jauh tentang sejarah gelap antara kekristenan dan agama leluhur serta apa yang bisa kita lakukan terhadap hal itu. Lebih lanjut, Knitter berusaha membuka ruang dialog yang korelatif—baik sebagai umat Kristen yang berupaya mengabarkan kesaksian tentang Yesus, maupun sebagai pencari kebenaran sejati yang terus belajar dari tradisi agama atau kepercayaan lain.

Belajar Mengalami Perbedaan Agama

News Saturday, 28 August 2021

Meskipun kunjungan lapangan (fieldtrip) ke berbagai tempat dan komunitas yang multikultur dari waktu ke waktu semakin populer dipakai di kelas-kelas pendidikan formal di kampus, sayangnya belum ada panduan akademik yang memadai. Panduan ini berusaha mengisi kekosongan itu.

Menunda Keyakinan: Mengembangkan Dialog dari Bawah

ArticlesBeritaHeadlineNews Tuesday, 27 December 2016

Ilham Almujaddidy & A.S. Sudjatna | CRCS | Event Report
pak-suhadi
Dialog antaragama sebagai upaya penyelesaian konflik bukan hal yang mudah dilakukan. Tidak jarang terjadi, dialog yang dimaksudkan untuk menjembatani perbedaan dan meminimalisasi konflik tidak berjalan sesuai tujuan awal, atau bahkan kontraproduktif dan menimbulkan masalah baru.
Dalam diskusi Forum Umar Kayam, Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri (PKKH) UGM, pada Senin 25 Juli 2016, dosen CRCS Dr. Suhadi Cholil membahas persoalan ini. Dalam diskusi bertajuk “Menunda Keyakinan: Refleksi Membangun Pluralisme dari Bawah” itu, pengajar matakuliah Interreligious Dialogue di CRCS ini memberikan identifikasi-identifikasi penyebab dialog gagal mencapai tujuannya.
Pertama, kurangnya pemahaman substantif tentang fungsi dan metode dialog antaragama yang menyaratkan, antara lain, adanya saling percaya. Adanya praduga-praduga negatif terhadap mitra dialog dapat menimbulkan tiadanya saling percaya itu, dan pada gilirannya menjadi hambatan utama bagi efektivitas proses dialog.
Kedua, dialog antaragama yang semestinya menjadi interaksi untuk saling mengakomodasi masing-masing pihak yang terlibat, dalam prosesnya, malah terjebak dalam upaya untuk mendominasi.
Ketiga, dialog antaragama diandaikan sebagai penuntas konflik. Yang jarang dipahami, dialog dalam praksisnya tidak serta merta bisa menyelesaikan konflik. Beberapa konflik, apalagi konflik agama yang melibatkan klaim-klaim teologis yang sulit untuk dijembatani, tidak mudah dimediasi dengan dialog semata, dan karena itu memerlukan alternatif resolusi konflik yang lain. 
Dengan menyadari hal-hal yang menghambat dialog antaragama itu, pemahaman yang tepat mengenai fungsi dan metode dialog antaragama bagi para pihak yang terlibat di dalamnya mutlak diperlukan, termasuk mensinergikan pengetahuan teoretis dan praksis.
Yang kerap menjadi problem di lapangan ialah banyak akademisi yang hanya fokus pada persoalan-persoalan teoretis atau teologis semata, namun abai pada ranah praktis. Sementara di sisi lain, ada banyak aktivis yang kurang reflektif secara teoretis maupun teologis, namun begitu aktif di pelbagai aktivitas dan advokasi perdamaian. Ketika kedua belah pihak ini terlibat dalam sebuah dialog, kerap kali muncul kesalahpahaman yang dapat memicu timbulnya permasalahan baru, dan karena itu kontraproduktif.
Hal lain untuk meminimalisasi hambatan dalam dialog antaragama ialah dengan mendudukkan isu teologis secara tepat. Tidak dapat dimungkiri, isu teologis merupakan isu sensitif, dan karena itu, jika tak hati-hati, justru dapat merusak proses dialog itu sendiri. Dalam proses dialog antaragama, isu teologis berada dalam ketegangan antara klaim eksklusifitas dan kehendak untuk menerima adanya keyakinan yang berbeda.
Dalam persoalan yang terakhir ini, Dr. Suhadi tidak mengusulkan untuk membuang eksklusivitas itu. Baginya, eksklusivitas itu sendiri tidak salah dalam dirinya sendiri. Ia akan menjadi masalah ketika tidak diterjemahkan dengan proporsi yang tepat di ruang publik. Banyak dari yang terlibat dalam proses dialog tidak membedakan antara ruang privat untuk ranah teologis dan ruang publik untuk pencarian titik temu guna menyelesaikan konflik. Karena kurangnya pemahaman untuk melokalisir klaim-klaim teologis pada ranah pikiran dan hati, dialog antaragama, alih-alih menjembatani perbedaan, justru rawan menjadi adu klaim teologis.
Merespons isu eksklusivitas teologis dalam dialog antaragama ini, Dr. Suhadi menawarkan gagasan bahwa untuk mengembangkan dialog antaragama yang lebih produktif, perspektif yang terbaik adalah dengan mendahulukan urusan sivik (kewargaan) dan menunda keyakinan. Hal ini tentu tidak berarti keyakinan ditinggalkan. Keyakinan ditunda, tidak dikedepankan, dan baru ditengok kembali ketika dibutuhkan dalam proses dialog.
*Laporan ini ditulis oleh mahasiswa CRCS, dan disunting oleh pengelola website.

Facebook

Facebook Pagelike Widget

Instagram

Have you ever been treated in a hospital with a di Have you ever been treated in a hospital with a different religious affiliation than what we believe in?

In an emergency, we often cannot choose where we will be treated. However, this "emergency" seems to be an entry point to get to know people who have different beliefs from us.

Come and join the discussion at Graduate School Building, Room 307, Universitas Gadjah Mada at 13.00 WIB.

#wednesdayforum is free and open for public
Berita kegagalan Indonesia menjadi tuan rumah Pial Berita kegagalan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 masih hangat di ruang media kita. Apa pun alasannya, "kekecewaan nasional" ini menunjukkan bahwa kultur sepak bola telah mengakar kuat di negeri ini. 

Di beberapa tempat di negara lain, sepak bola bukan sekadar mengakar sebagai kultur, melainkan sudah menghunjam menjadi kultus.

Simak tulisan @maryozaini mahasiswa magang CRCS UGM di situs web crcs ugm.
Pada tahun 2016 silam, Walt Disney Animation Studi Pada tahun 2016 silam, Walt Disney Animation Studios merilis "Zootopia", sebuah film animasi tentang peradaban hewan dan masalah kewargaan yang mereka alami. Di situ, hewan-hewan bertindak laiknya manusia bahkan memiliki sistem pemerintahan dan kewargaan yang tak kalah canggih. 

Tentu bukan peradaban utopis semacam itu yang dibayangkan oleh konsep kewargaan ekologis. Namun, keduanya punya persamaan: mengandaikan hewan, dan makhluk lain, sebagai bagian dari kesatuan warga negara; mengakui hak kewarganegaraan tidak sebatas manusia.

Simak tulisan menarik tentang kewargaan ekologis ini hanya di situs web crcs.
Religions and queer identities are often purported Religions and queer identities are often purportedly seen as antithetical to each other, impossible to reconcile, and harshly incompatible to be openly and mutually ‘holding hands’.

Yet in Indonesia, despite mainstream conservative attitude toward queer identities, queer-inclusive voices coming from faith leaders and queer activists are resisting and challenging the status quo.

Come and join the discussion at Graduate School Building, Room 306, Universitas Gadjah Mada at 16.00 WIB.

#wednesdayforum is free and open for public
Load More Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, Floors 3-4
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju