• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • ekologi adat
  • ekologi adat
Arsip:

ekologi adat

Maquwoli Hutan: Mempraktikkan Agama dengan Nalar Ekologis ala Huaulu

Perspective Tuesday, 18 March 2025

Alih-alih sebuah pengetahuan takhayul tak berdasar, Maquwoli adalah sebuah gagasan dan praktek hidup yang sangat kontekstual secara sosial-ekologis, yang berakar dari analisis empirik yang mendalam

Ekowisata untuk Pelestarian Ekologi Adat Ammatoa di Kajang, Bulukumba

Event report Thursday, 6 September 2018

CRCS bekerja sama dengan Dispar dan DLHK Bulukumba serta Lembaga Adat Ammatoa Kajang/LAAK menyelenggarakan Pelatihan Kelompok Sadar Ekowisata untuk komunitas Ammatoa di Bulukumba.

Ekologi Adat Kendeng: Bergerak untuk Keadilan Ibu Bumi

News Tuesday, 10 January 2017

Samsul Maarif | CRCS | Perspektif

Aksi long march 150 km.
Aksi long march 150 km. Foto di kanan (menembus hujan) diambil dari radioidola.com.

Ibu Bumi wis maringi (Ibu Bumi sudah memberi)
Ibu Bumi dilarani (Ibu Bumi disakiti)
Ibu Bumi kang ngadili (Ibu Bumi yang mengadili)
La ilaha illallah, Muhammadun rasulullah (3x)

Pada 20 Mei 2016, “Doa Nusantara” ini dilantunkan oleh ribuan warga Pati sebelum dan saat melakukan aksi jalan kaki (long march) sepanjang 20 kilometer dari Petilasan Nyai Ageng Ngerang di Kecamatan Tambakromo menuju alun-alun Kota Pati untuk mengajak semua pihak melestarikan pegunungan Kendeng. Lantunan doa itu kembali menggema pada aksi long march berikutnya yang menempuh 150 kilometer dari Rembang ke Semarang pada 5-8 Desember 2016.
Mereka datang menuntut Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk mematuhi putusan Mahkamah Agung yang pada 5 Oktober 2016 telah mengabulkan Peninjuan Kembali (PK) gugatan mereka atas izin lingkungan kepada PT Semen Gresik (kemudian menjadi PT Semen Indonesia). Doa itu terlantun kembali oleh Gunretno, koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), pada acara MetroTV, “Mata Najwa: Bergerak Demi Hak”, 21 Desember 2016. Sebelumnya, pada 11-13 April 2016, sembilan “Kartini Kendeng” menyemen kakinya di depan Istana Negara.
Rangkaian unjuk rasa yang tidak biasa itu adalah bukti bahwa para petani sungguh merasa terancam oleh pembangunan pabrik semen di wilayah tempat mereka tinggal di sekitar pergunungan Kendeng—dan mereka sudah menolak pembangunan pabrik semen sejak 2006. Kesungguhan itu lahir dari tradisi yang mengakar di masyarakat lokal, yang di dunia akademik biasa disebut “ekologi adat”.
Praktik Ekologi Adat Kendeng
Ekologi adat adalah rangkaian praktik dan pengetahuan adat yang menekankan kesatuan dan kesaling-tergantungan manusia dan lingkungan, yang mencakup berbagai wujud seperti tanah, hutan, batu, air, gunung, binatang, dan lain-lain. Dalam ekologi adat, eksistensi dan jati diri manusia bergantung dan hanya dapat dipahami dalam konteks relasinya dengan lingkungannya. Keberlanjutan hidup manusia identik dengan kelestarian lingkungan, dan kerusakan lingkungan adalah kehancuran manusia.
Ekologi adat adalah penyesuaian dengan istilah-istilah yang sudah berkembang dalam literatur akademis, seperti indigenous ecology, local ecology, traditional ecology, dan seterusnya. Salah satu inti dari bangunan pengetahuan tersebut adalah bahwa ekologi bukan hanya rangkaian pengetahuan (body of knowledge), melainkan juga cara hidup (way of life) (McGregor 2004). Wajar saja jika Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World Commission on Environment and Development/WCED) sejak 30 tahun lalu menegaskan pentingnya masyarakat modern belajar dari pengetahuan dan pengalaman masyarakat lokal/adat terkait pengelolaan lingkungan (WCED 1987).

Instagram

Since the end of 19th century, the Catholic Church Since the end of 19th century, the Catholic Church has conducted missionary activities among the Javanese in Muntilan, Indonesia, establishing it as the first Catholic mission site in Java. The missionary work not only impacted the Javanese but also the Chinese descendants in Muntilan. The conversion of the Chinese to Catholicism in sparked debates among the Chinese community, who perceived it as a contributing factor to the abandonment of Chinese characteristics. This contest leads to the dynamic and diverse identities of Chinese Catholics within the community, as Chinese characteristics and Catholic faith mutually influence each other.

Come and join the #wednesdayforum discussion with @astridsyifa at the UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to brong your tumbler. This event is free and open to public
Selamat kepada peserta terpilih!!! Ada namamu di s Selamat kepada peserta terpilih!!!
Ada namamu di situ?

😎

peserta terpilih akan dihubungi oleh panitia
yoohoooo... are you waiting for this announcement? yoohoooo...
are you waiting for this announcement?

#studentexchange #religiousstudies #kaburajadulu
Setiap bahasa punya pendekatan dan penyebutan berb Setiap bahasa punya pendekatan dan penyebutan berbeda untuk menamai "pendidikan". Bahasa Arab membedakan antara tarbiyah, ta'lim, tadris, dan ta'dib ketika berbicara tentang "pendidikan". Sementara itu, bahasa Inggris memaknai "pendidikan" sebagai educare (latin) yang berarti 'membawa ke depan'. Jawa memaknai pendidikan sebagai panggulawênthah, 'sebuah upaya mengolah', dan upaya untuk mencari pendidikan itu disebut sebagai "ngelmu", bukan sekadar mencari melainkan juga mengalami. Apa pun pemaknaannya, hampir semua peradaban sepakat bahwa pendidikan adalah kunci untuk memanusiakan manusia.
Load More Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju