Konstruksi tatanan keagamaan di Indoenesia tidak hanya menempatkan kelompok reformis sebagai aktor utama. NU juga turut andil di dalamnya, berperan dalam pendefinisian agama, dan hingga tingkat tertentu juga mempertentangkannya dengan adat.
gedong maulana kabir
Status kewarganegaraan penuh diraih dengan terpenuhinya empat dimensi kewarganegaraan: keanggotaan, status hukum, hak, dan partisipasi.
Banyak fatwa hubungan antaragama yang lahir dengan dilatari semangat eksklusif bahkan kadang antagonistik terhadap pemeluk agama lain. Elemen di luar fatwa seperti relasi kuasa dan patronase pemimpin keagamaan kadang juga turut bersaham dalam perumusan fatwa dan efektivitasnya.
Agama dunia yang kuat elemen teologisnya dan hierarkis dalam memandang hubungan manusia-alam akan menganggap relasi antara penganut agama leluhur dengan pohon, batu, gunung, dst, sebagai relasi penyembahan. Paradigma semacam ini perlu digeser.
Dalam narasi Yuval Noah Harari, agama dibangun di atas mitos, yakni narasi yang tak memiliki rujukan pada objek material yang riil. Narasi Harari ihwal agama ini tampak memakai perspektif evolusionis, fungsionalis, dan materialis, sementara ia abai pada pendekatan fenomenologis.
Dikotomi santri-abangan, juga istilah seperti ‘agama Jawa’ atau ‘Islam Jawa’, merupakan terusan dari konstruksi antropologis era kolonial. Penggunaan istilah ini mesti dibarengi dengan catatan kritis.