• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Academic Documents
    • Student Satisfaction Survey
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Mohammad Iqbal Ahnaf
  • Mohammad Iqbal Ahnaf
Arsip:

Mohammad Iqbal Ahnaf

Sekolah Pengelolaan Keragaman VIII: Menjembatani Aktivis dan Akademisi

BeritaHeadlineNewsPluralism NewsSPK news Wednesday, 5 October 2016

Asep S. Sudjatna | CRCS UGM | SPK NEWS
“Sebenarnya di kalangan aktivis, penelitian itu juga tidak absen, pun sebaliknya,”  cetusan Dr. Mohammad Iqbal Ahnaf , Ketua program Sekolah Pengelolaan Keragaman (SPK) VIII itu memantik perhatian para peserta yang hadir pada pembukaan SPK VIII di Disaster Oasis Kaliurang, Yogyakarta. Selama ini, aktivis dan akademisi seolah diposisikan sebagai bagian terpisah yang bekerja di ranah masing-masing. Dikotomi inilah yang sedang dikritisi oleh CRCS UGM melalui program SPK VIII. “Di kalangan akademisi, banyak sekali akademisi yang aktivis, pun banyak pula aktivis yang peneliti. Sebenarnya irisan-irisan itu sudah ada” tukas Iqbal. Pengategorian ini tidak hanya menciptakan kesenjangan semu tetapi seringkali malah menimbulkan persoalan baru. Para aktivis yang getol terjun ke lapangan dalam penyelesaian berbagai konflik keragaman kerap terbentur masalah data riset dan basis pengetahuan sebagai landasan advokasi. Di sisi lain, para akademisi yang mencoba melibatkan diri dalam proses advokasi cenderung terpaku pada teori dan kurang menguasai medan. Dalam konteks inilah SPK VIII berusaha menjembatani kesenjangan antara dunia akademis dan aktivis. Kolaborasi kreatif antara aktivis-akademisi ini akan mampu memberi terobosan dalam penyelesaian masalah-masalah keragaman tersebut.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Prof. Ir. Suryo Purwono, MA.Sc., Ph.D, Direktur Sekolah Pascasarjana UGM, menggarisbawahi tentang kekayaan keragaman Indonesia sebagai sebuah kekuatan yang tidak dapat ditandingi negara mana pun. “Sayangnya,” ujar profesor yang menamatkan studi doktoralnya di University of Waterloo, Kanada, ini, “Pengelolaan keragaman ini belum dapat ditangani dengan baik” Lebih lanjut, Prof. Suryo berharap agar setelah selesai mengikuti kegiatan ini, para peserta SPK tak hanya dapat menjadi pemantik dan pelopor bagi komunitasnya tetapi juga membangun jejaring yang solid dalam pengelolaan keragaman di Indonesia.
Untuk mewujudkan hal itu, konsep pembelajaran SPK memadukan antara kuliah dan pelatihan. Secara garis besar, ada tiga tahapan penting dalam proses pembelajaran di SPK yang akan dilalui oleh para peserta. Ketiga tahapan tersebut yaitu pemetaan masalah, pengayaan teoretis, serta advokasi berbasis riset. Selain membekali dengan materi yang bersifat teoretis, program SPK juga mengasah dimensi praktis para peserta melalui studi kasus secara nyata. “Jadi, kita tidak mengajari peserta bagaimana cara melakukan advokasi, yang kita lakukan adalah memperkaya alat analisa peserta dalam merefleksikan pengalaman advokasi mereka,” ujar Iqbal.
Perlu diketahui, 25 peserta SPK VIII tak cuma berasal dari beragam latar belakang—seperti profesi, jenis kelamin serta agama dan suku—tetapi juga orang-orang yang aktif dalam mengadvokasi situasi keragaman di komunitasnya. Seluruh peserta ini merupakan hasil seleksi ketat terhadap ratusan calon peserta dari seluruh wilayah di Indonesia yang mengirimkan aplikasi lamaran peserta beberapa bulan sebelumnya. Selain itu, keterwakilan wilayah juga menjadi salah satu pertimbangan dalam pemilihan peserta.
img_5358Pada hari pertama SPK ini, para peserta melakukan kontrak belajar yang akan menjadi tata tertib selama proses pembelajaran di SPK ini berlangsung. Nia Sjarifudin, fasilitator SPK VIII yang berasal dari Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) memandu sesi kontrak belajar ini. Selanjutnya, Dr. Zainal Abidin Bagir, fasilitator dari CRCS UGM, mengajak peserta SPK untuk bersama memetakan berbagai persoalan keberagaman. Dari diskusi yang gayeng tapi serius, dirumuskanlah lima pokok persoalan yang kerap hadir dalam persoalan keberagaman, yakni interfaith atau hubungan antar agama, perempuan, masyarakat adat, pendidikan, dan media. Kelima tema inilah—dengan segenap polemik dan persoalan turunannya—yang akan menjadi bahasan sepanjang SPK berlangsung. Malam semakin larut, namun para peserta masih bersemangat untuk berbagi pengalaman soal pengelolaan keragaman. Semangat ini pula yang menjadi titik pijak pertama kebersamaan dari serangkaian acara SPK yang masih akan berlangsung hingga sepuluh hari ke depan. 

Menyurat Pengalaman, Menyirat Masa Depan: Refleksi Studi Agama di Indonesia

Book Review Wednesday, 30 December 2015

M Rizal Abdi | CRCS | Book Review

Menandai sebuah usia dengan penerbitan sebuah buku bukanlah hal baru di dunia akademik. Boleh jadi  hampir setiap pusat studi dan fakultas melakukannya meski tak ajeg, misal dua tahunan atau per lustrum. Bahkan, perayaan ulang tahun seorang professor di masa paruh bayanya kini kurang sahih tanpa penerbitan sebuah karya. Namun, di tengah gempita penerbitan itu, patut dicatat sejauh mana penerbitan buku tersebut tidak sekadar berhenti pada glorifikasi pribadi atau instansi tetapi juga berkontribusi bagi bidang studi yang ia naungi.

Instagram

#25 Dua puluh lima tahun meniti makna Merajut kol #25

Dua puluh lima tahun meniti makna
Merajut kolaborasi lintas agama dan budaya.
CRCS UGM terus berkarya
Dari ruang akademia untuk sesama dan semesta

Seperempat abad perjalanan CRCS UGM menjadi saksi tumbuhnya dialog lintas iman, riset lintas budaya, dan kolaborasi lintas batas. Kini, saatnya merayakan perjalanan itu bersama. Melalui tema “Adil, Setara, dan Selaras”, kami ingin merefleksikan kembali berbagai capaian yang telah diraih bersama sahabat, mitra, dan keluarga besar yang telah berkontribusi dalam perjuangan mewujudkan agenda kesetaraan, keadilan, dan keselarasan.

Kosongkan jadwalmu pada 21-22 Oktober 2025.
Mari kita rayakan perjalanan ini bersama!
🔥
What if healing isn’t about fixing the self, but What if healing isn’t about fixing the self, but remembering we were never alone?
Stories of students, suffering, and spiritual friendship might unfold into a quiet revolution: from therapy rooms to circles of compassion. Drawing on Buddhist psychology — Karuna, Anatta, Kalyanamitta — this talk reimagines mental health not as survival, but as shared awakening. A vision of care rooted in community, tenderness, and courage to belong again.

Come and join #wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
S E L E P AS Tubuh adalah teks yang tak selesai d S E L E P AS

Tubuh adalah teks yang tak selesai dibaca. Di dalamnya, sejarah bergetar dan menggema. Bukan di kepala, melainkan otot, sendi, dan mata. Kadang tubuh mengingat sesuatu yang tak pernah diucapnya. Gerak yang lahir dari diam, dari ingatan yang lebih tua dari bahasa. Poshumanisme ingin mengingatkan kita, bahwa manusia perlu belajar berhenti menjadi pusat dari segalanya. Saat tubuh tak lagi berkuasa, ia pun pulang pada semesta, yang diam-diam menari bersama.

Simak artikel dan video dari Yuliana Meneses Orduño pada seri amerta di situs web CRCS UGM.

Jangan lupa akan ada lokakarya Amerta Movement di perayaan 25 Tahun CRCS, 21-22 Oktober 2025 🍀
🎉🎁 Kado Istimewa untuk 25 Tahun CRCS UGM! 🎁🎉

Beberapa pekan ke depan CRCS UGM akan merayakan perjalanan 25 tahunnya yang penuh makna. Akreditasi FIBAA Premium Seal, penghargaan internasional bergengsi yang hanya diberikan kepada program studi yang melampaui standar kualitas di 25++ kategori ini, menjadi kado awal yang manis.
Ini bukan sekadar cap prestasi; ini adalah titik tengaran CRCS UGM untuk terus membangun jembatan keilmuan, kemanusiaan, dan keadilan yang melintas sekat.

Terima kasih kepada semua yang telah menjadi bagian dari perjalanan luar biasa ini: mahasiswa, dosen, staf, alumni, mitra, juga kalian semua yang setia di mayantara. Mari kita lanjutkan langkah bersama menuju masa depan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Adil, Setara, Selaras!

Jangan lupa, rayakan bersama Anniversary ke-25 CRCS UGM, 21-22 Oktober 2025, di kampus kita!
Tanpamu kurang satu.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY