• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Paul Marshal
  • Paul Marshal
Arsip:

Paul Marshal

Kemanakah Arah Kebebasan Beragama?

ArtikelBeritaBerita UtamaBerita Wednesday Forum Monday, 7 September 2015

Ali Ja’far | CRCS |
“Kemanakah arah kebebasan beragama” adalah pertanyaan besar saat ini. Isu ini menjadi sensitif di kalangan masyarakat majemuk dimana isu tentang hukum penodaan agama dan konflik agama masih saja dominan. Berbicara di Wednesday Forum CRCS/ICRS, Dr. Paul Marshal dari Hudson Institute Washington D.C dan Leimena Institute Jakarta berargumentasi bahwa penekanan kebebasan beragama tidak berhubungan dengan konflik agama, tetapi meratanya pelarangan agama justru menjadi penyebabnya. Dalam ringkasan penelitiannya, dengan menggabungkan data pada lebih dari 180 negara, dia menunjukan bahwa ada dua faktor yang berhubungan dengan konflik agama: pembatasan agama dan kesenjangan sosial.
5287_ketika_bingung_mengambil_keputusan (2)Mengambil data dari Pew Research Forum dan kajian yang lain, Marshal menjelaskan bahwa pembatasan agama berhubungan dengan kejadian konflik keagamaan. China adalah negara yang memiliki sangat banyak kasus pelarangan agama dan konflik keagamaan. Konflik ini timbul karena pemerintahan China melakukan  pembatasan agama secara berlebihan. Hal ini berbeda dengan India, pemerintah membatasi pelarangan agama atas nama sekularisme, tetapi kesenjangan sosial mendorong ke arah konflik. Kasus-kasus semacam ini juga terjadi di Eropa dimana jurang kesejahteraan sosial berkembang cukup pesat.
Marshal juga mengungkapkan fenomena yang sama di negara yang melindungi kebebasan beragama seperti Afrika Selatan, Brasil dan yang lainnya. Bahwasanya, kebebasan beragama berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi dan perlindungan Hak asasi manusia. Dalam pertumbuhan ekonomi, kebebasan beragama memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi, karena menurut Marshal agama mendorong peningkatan nilai penghematan, etika kerja, kejujuran dan keterbukaan pada asing. Hal itu berpengaruh pada perlindungan yang lebih besar terhadap hak asasi manusia, partisipasi wanita di pemerintahan dan kesetaraan pendapatan. Sedangkan membatasi kebebasan beragama berhubungan dengan meningkatnya jumlah korupsi.
Pada akhir presentasinya, Marshal juga berpendapat bahwa pembatasan pemerintah pada agama berhubungan dengan belanja militer, konflik bersenjata, kegagalan negara dan kekerasan agama. Untuk  menguatkan argumennya, dia menunjukan data negara-negara pengekang yang  mana agama memegang peranan penting di negara itu. Dia menyimpulkan bahwa agama yang dikontrol oleh pemerintah memiliki pengaruh yang negatif, dan kebebasan beragama memiliki pengaruh yang positif pada kerukunan sosial dan kemakmuran ekonomi. Contohnya adalah Indonesia, Malaysia dan Thailand. Dia juga menyimpulkan bahwa Muslim di negara yang memegang kebebasan beragama lebih taat dalam menjalani agamanya.
Setelah Marshal selesai menjelaskan topiknya, moderator membuka ruang dialog. Deva sebagai mahasiswi CRCS angkatan pertama memberikan ulasan tentang peraturan dan keterlibatannya dalam aktivitas keagamaan sebagai “Penyuluh Agama” yang merupakan pegawai negeri sipil di Kementerian Agama di Indonesia. Marshal menjelaskan bahwa akan sangat mudah mencapai kerukunan melalui kebebasan beragama, dan penelitian berlanjut diperlukan tentang bagaimana Kementrian Agama mengatur konflik di masyarakat.
Abdi yang juga mahasiswa pertama CRCS bertanya tentang negara yang telah sukses mengurangi konflik setelah kebebasan beragama. Marshal mendeskripsikan Turki, yang mana PDB (Produk Domestik Bruto) dari negara ini meningkat setelah kebebasan beragama, sebagaimana negara-negara yang memiliki sedikit sumber daya alam seperti Canada dan Australia. Ironisnya, seperti yang dia katakan, adalah China. China sedang mengalami pertumbuhan ekonomi tetapi tetap secara keseluruhan sangat miskin dan peraturan agama cenderung mengarah pada konflik. Marshal menutup diskusinya dengan menyatakan bahwa pemerintah tidak bisa membuat seseorang percaya pada apa yang tidak dipercayai oleh mereka. Karena agama adalah keyakinan, dan keyakinan yang murni harusnya bebas.

Where Religious Freedom is heading to?

NewsWednesday Forum Report Friday, 4 September 2015

Author: Ali Ja’far/CRCS
Editor: Gregory Vanderbilt

DSC_0022“Where religious freedom is heading to” is the big question nowadays. It is sensitive issue in pluralistic societies where blasphemy law and religious conflict are still dominant. Speaking in the Wednesday Forum of CRCS/ICRS, Dr Paul Marshal of the Hudson Institute in Washington, D.C., and the Leimena Institute in Jakarta argued that emphasizing religious freedom does not correlate with religious conflict, but the prevalence of religious restriction does. In his research summary, combining data from more than 180 countries, he showed that there are two factors related to religious conflict: religious restriction and social hostilities.

Instagram

When faith meets extraction, what or whose priorit When faith meets extraction, what or whose priority comes first: local communities, organizations, or the environment?

Both Nahdlatul Ulama and Muhammadiyah have voiced their acceptance of mining concessions, each with their own set of carefully considered perspectives. But what lies beneath their words?  In this upcoming #wednesdayforum, @chitchatsalad will dive deep using critical discourse analysis to unravel the layers of these powerful statements. We'll explore how these two of the world’s largest Islamic mass organizations justify their positions and what it reveals about their goals, values, and the bigger narratives in play.

This is more than just a conversation about mining. Come and join #wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
J O G E D Kapan terakhir kali kamu menyapa teman d J O G E D
Kapan terakhir kali kamu menyapa teman dengan sebuah gestur tubuh, alih-alih meminjam seperangkat huruf dan emoji  dari balik layar? Tubuh kita menyimpan potensi ruang untuk berbicara satu sama lain, menggunakan perangkat bahasa yang sama-sama kita punya, saling menyelaraskan frekuensi melalui gerak. 

Simak artikel dari alexander GB pada seri amerta di web crcs ugm.
L I B A T Berbicara tentang kebebasan beragama ata L I B A T
Berbicara tentang kebebasan beragama atau berkeyakinan itu tidak cukup hanya di kelas; ataupun sebaliknya, bertungkus lumus penuh di lapangan. Keduanya saling melengkapi. Mengalami sendiri membuat pengetahuan kita lebih masuk dan berkembang. Menarik diri dan berefleksi membuat pengetahuan itu mengendap dan matang. Melibatkan diri adalah kunci.

Simak laporan lengkap Fellowship KBB 2025 hanya di situs web crcs ugm.
The Ecumenical Patriarchate has quietly built a mi The Ecumenical Patriarchate has quietly built a mission in Indonesia, nurturing faith while navigating a tough reality. Inside, the community faces its own struggles. Outside, it confronts Indonesia’s rigid rules on “legal religions,” leaving them without full recognition. This research uncovers their journey. This is a story of resilience, challenge, and the ongoing question of what religious freedom really means in Indonesia.

Come and join @wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY