• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Suhadi Cholil
  • Suhadi Cholil
Arsip:

Suhadi Cholil

Belajar Mengalami Perbedaan Agama

News Saturday, 28 August 2021

Meskipun kunjungan lapangan (fieldtrip) ke berbagai tempat dan komunitas yang multikultur dari waktu ke waktu semakin populer dipakai di kelas-kelas pendidikan formal di kampus, sayangnya belum ada panduan akademik yang memadai. Panduan ini berusaha mengisi kekosongan itu.

Gerakan Lintas Iman di Sri Lanka Merespons Terorisme

Perspective Tuesday, 30 April 2019

Respons terhadap terorisme di Sri Lanka tidak bisa dituntut sama dengan respons terhadap terorisme di Selandia Baru. Namun demikian, sudah semestinya kita mendukung gerakan solidaritas lintas iman Sri Lanka.

Membaca Manifesto Pelaku Teror di Selandia Baru

Perspective Tuesday, 26 March 2019

Manifesto pelaku teror di Christchurch, yang berjudul "The Great Replacement", berpandangan bahwa gelombang imigrasi dan tingginya angka kelahiran Muslim mengancam eksitensi ras kulit putih.

Islamic Literature of Indonesia’s Millennial Generation

Wednesday Forum News Tuesday, 3 April 2018

Wednesday Forum, April 11, 2018. Speaker: Dr Suhadi Cholil from the Graduate School of UIN Sunan Kalijaga.

Laporan CRCS, Juli 2017: Kebebasan Akademik dan Ancaman Intoleransi

Laporan Wednesday, 23 August 2017

Laporan Kehidupan Beragama CRCS edisi pertama tahun 2017 mengenai kebebasan akademik di perguruan tinggi yang mendapat ancaman dari kelompok vigilantisme keagamaan.

Menunda Keyakinan: Mengembangkan Dialog dari Bawah

ArticlesBeritaHeadlineNews Tuesday, 27 December 2016

Ilham Almujaddidy & A.S. Sudjatna | CRCS | Event Report
pak-suhadi
Dialog antaragama sebagai upaya penyelesaian konflik bukan hal yang mudah dilakukan. Tidak jarang terjadi, dialog yang dimaksudkan untuk menjembatani perbedaan dan meminimalisasi konflik tidak berjalan sesuai tujuan awal, atau bahkan kontraproduktif dan menimbulkan masalah baru.
Dalam diskusi Forum Umar Kayam, Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri (PKKH) UGM, pada Senin 25 Juli 2016, dosen CRCS Dr. Suhadi Cholil membahas persoalan ini. Dalam diskusi bertajuk “Menunda Keyakinan: Refleksi Membangun Pluralisme dari Bawah” itu, pengajar matakuliah Interreligious Dialogue di CRCS ini memberikan identifikasi-identifikasi penyebab dialog gagal mencapai tujuannya.
Pertama, kurangnya pemahaman substantif tentang fungsi dan metode dialog antaragama yang menyaratkan, antara lain, adanya saling percaya. Adanya praduga-praduga negatif terhadap mitra dialog dapat menimbulkan tiadanya saling percaya itu, dan pada gilirannya menjadi hambatan utama bagi efektivitas proses dialog.
Kedua, dialog antaragama yang semestinya menjadi interaksi untuk saling mengakomodasi masing-masing pihak yang terlibat, dalam prosesnya, malah terjebak dalam upaya untuk mendominasi.
Ketiga, dialog antaragama diandaikan sebagai penuntas konflik. Yang jarang dipahami, dialog dalam praksisnya tidak serta merta bisa menyelesaikan konflik. Beberapa konflik, apalagi konflik agama yang melibatkan klaim-klaim teologis yang sulit untuk dijembatani, tidak mudah dimediasi dengan dialog semata, dan karena itu memerlukan alternatif resolusi konflik yang lain. 
Dengan menyadari hal-hal yang menghambat dialog antaragama itu, pemahaman yang tepat mengenai fungsi dan metode dialog antaragama bagi para pihak yang terlibat di dalamnya mutlak diperlukan, termasuk mensinergikan pengetahuan teoretis dan praksis.
Yang kerap menjadi problem di lapangan ialah banyak akademisi yang hanya fokus pada persoalan-persoalan teoretis atau teologis semata, namun abai pada ranah praktis. Sementara di sisi lain, ada banyak aktivis yang kurang reflektif secara teoretis maupun teologis, namun begitu aktif di pelbagai aktivitas dan advokasi perdamaian. Ketika kedua belah pihak ini terlibat dalam sebuah dialog, kerap kali muncul kesalahpahaman yang dapat memicu timbulnya permasalahan baru, dan karena itu kontraproduktif.
Hal lain untuk meminimalisasi hambatan dalam dialog antaragama ialah dengan mendudukkan isu teologis secara tepat. Tidak dapat dimungkiri, isu teologis merupakan isu sensitif, dan karena itu, jika tak hati-hati, justru dapat merusak proses dialog itu sendiri. Dalam proses dialog antaragama, isu teologis berada dalam ketegangan antara klaim eksklusifitas dan kehendak untuk menerima adanya keyakinan yang berbeda.
Dalam persoalan yang terakhir ini, Dr. Suhadi tidak mengusulkan untuk membuang eksklusivitas itu. Baginya, eksklusivitas itu sendiri tidak salah dalam dirinya sendiri. Ia akan menjadi masalah ketika tidak diterjemahkan dengan proporsi yang tepat di ruang publik. Banyak dari yang terlibat dalam proses dialog tidak membedakan antara ruang privat untuk ranah teologis dan ruang publik untuk pencarian titik temu guna menyelesaikan konflik. Karena kurangnya pemahaman untuk melokalisir klaim-klaim teologis pada ranah pikiran dan hati, dialog antaragama, alih-alih menjembatani perbedaan, justru rawan menjadi adu klaim teologis.
Merespons isu eksklusivitas teologis dalam dialog antaragama ini, Dr. Suhadi menawarkan gagasan bahwa untuk mengembangkan dialog antaragama yang lebih produktif, perspektif yang terbaik adalah dengan mendahulukan urusan sivik (kewargaan) dan menunda keyakinan. Hal ini tentu tidak berarti keyakinan ditinggalkan. Keyakinan ditunda, tidak dikedepankan, dan baru ditengok kembali ketika dibutuhkan dalam proses dialog.
*Laporan ini ditulis oleh mahasiswa CRCS, dan disunting oleh pengelola website.

12

Instagram

For people who learn religious studies, it is comm For people who learn religious studies, it is common to say that "religion", as a concept and category, is Western modern invention. It is European origin, exported globally through colonialism and Christian mission. Despite its noble intention to decolonize modern social categories, it suffers from historical inaccuracy. Precolonial Islamic Malay and Javanese texts in the 16th and 17th century reflect a strong sense of reified religion, one whose meaning closely resembles the modern concept.

Come and join @wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
I N S P I R A S I Secara satir, penyandang disabil I N S P I R A S I
Secara satir, penyandang disabilitas baru mendapatkan sorotan ketika dia mampu berprestasi, mampu mengatasi segala rintangan dan kekurangan. Singkat kata, penyandang disabilitas kemudian menjadi sumber inspirasi bagi nondisabilitas. Budi Irawanto menyebutnya sebagai "inspirational porn". Simak ulasan lengkapnya di situs web crcs ugm.
Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
R A G A Ada beberapa definisi menarik tentang raga R A G A
Ada beberapa definisi menarik tentang raga di KBBI. Raga tidak hanya berarti tubuh seperti yang biasa kita pahami dalam olah raga dan jiwa raga. Raga juga dapat berarti keranjang buah dari rotan, bola sepak takraw, atau dalam bahasa Dayak raga berarti satuan potongan daging yang agak besar. Kesemua  pengertian itu menyiratkan raga sebagai upaya aktif berdaya cipta yang melibatkan alam. Nyatanya memang keberadaan dan keberlangsungan raga itu tak bisa lepas dari alam. Bagi masyarakat Dondong, Gunungkidul, raga mereka mengada dan bergantung pada keberadaan telaga. Sebaliknya, keberlangsungan telaga membutuhkan juga campur tangan raga warga. 

Simak pandangan batin @yohanes_leo27  dalam festival telaga Gunungkidul di web crcs ugm
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju