• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Wangsa Syailendra
  • Wangsa Syailendra
Arsip:

Wangsa Syailendra

Sedhekah Kedung Winong

Sedhekah Kedung Winong: Menjaga Harmoni Ekologi Borobudur

ArticlesBeritaHeadlineNews Tuesday, 4 October 2016

Nidaul Hasanah M | CRCS | Artikel
Sedhekah Kedung WinongSedekah Kedung Winong merupakan salah satu dari serangkaian kegiatan Ruwat Rawat Candi Borobudur yang dilakukan selama bertahun-tahun di Dusun Gleyoran, sekitar 3 kilometer dari Candi Borobudur. Ruwat Rawat Borobudur sendiri merupakan kegiatan kesenian rakyat yang bertujuan untuk menjaga tradisi, budaya masyarakat yang tinggal di sekitar Candi Borobudur yang multi etnis dan multi agama. Kegiatan ini merupakan upaya untuk menjaga dan merawat Candi Borobudur beserta masyarakatnya dan ekologinya agar tetap harmoni dan tidak terdapat relasi yang eksploitatif.
Pada 3 Mei 2016 lalu, mahasiswa CRCS angkatan 2015 yang mengambil mata kuliah Advanced Study of Buddhism mengadakan kuliah lapangan (fieldtrip) dengan menghadiri acara Ruwat Rawat Borobudur selain kunjungan ke Vihara Mendut yang berada dekat Borobudur.
Bagi masyarakat dusun Gleyoran, Sungai Progo beserta ekosistemnya selama ini telah menjadi bagian yang menyatu dan penting bagi kehidupan mereka. Kedung Winong merupakan tempat bagi banyak penduduk dusun Gleyoran untuk menambatkan kehidupan disana dengan mencari bebatuan, pasir serta menjaring ikan. Karena itulah penduduk dusun Gleyoran memiliki relasi yang kuat dengan Kedung Winong yang terletak di daerah aliran Sungai Progo. Bagi mereka Sungai Progo telah memberikan kehidupan sehingga menjaga kelestariannya  merupakan hal yang wajib dilakukan oleh penduduk dusun Gleyoran.
Ritual Sedekah Kedung Winong merupakan salah satu bentuk  konservasi ekologi Sungai Progo. Ritual yang dilakukan dengan serangkaian doa, tarian dan persembahan hasil bumi masyarakat dusun Gleyoran secara simbolis merupakan bentuk relasi resiprokal menyatunya manusia dengan Sungai Progo. Kelestarian ekologi Sungai Progo bagi penduduk dusun Gleyoran adalah berkah kehidupan. Sungai Progo juga merupakan sungai yang memiliki relasi dengan Candi Borobudur sehingga menjaga ekologi sungai juga menjaga Borobudur dari keserakahan manusia agar harmoni tetap terjadi dan terjaga.
Tujuan lain dari Sedhekah Kedung Winong adalah memecah konsentrasi wisata sekitar Borobudur. Wisatawan biasanya terpusat pada Borobudur dan beberapa dari mereka melakukan hal yang tidak pantas pada tempat suci. Hal yang tak pantas tersebut dianggap mengotori keagungan Borobudur, dengan ritual Sedhekah Kedung Winong diharapkan dapat  meminimalisir polusi yang ada di Borobudur.
Sedhekah Kedung WinongSaat ini Borobudur memang menjadi magnet wisata bagi seluruh penjuru dunia. Ratusan ribu wisatawan datang demi menyaksikan peninggalan dari Wangsa Syailendra yang dibangun sekitar abad ke 7 Masehi. Pak Coro tak menampik fenomena tersebut, namun dia juga turut mengingatkan bahwa Borobudur juga tempat suci. Bertahun-tahun dia dianggap sebagai benda mati sementara kita lupa bahwa ada kesenangan yang diberikan Borobudur ketika kita menatapnya. Sedhekah Kedung Winong memang hanya dilakukan satu hari, namun Pak Coro beserta pemerhati budaya lain tetap memaksimalkan satu hari tersebut. Mereka ingin membuat Borobudur “beristirahat” sejenak dari hiruk pikuk wisatawan yang datang. Tak lupa, sedhekah ini juga merupakan ungkapan rasa terima kasih kepada Borobudur atas apa yang telah diberikan. Berkat Borobudur-lah, masyarakat mampu mengambil manfaat baik segi material maupun moral.
Sekali lagi, Pak Coro mengingatkan, Sedhekah Kedung Winong mungkin hanya dilakukan sekali dalam setahun, namun itu tetap bisa kita jadikan pengingat bahwa keharmonisan tidak akan terjadi jika salah satu pihak dirugikan. Seluruh aspek dalam kehidupan bersatu padu menghormati satu sama lain demi terciptanya keserasian alam.

Sedhekah Kedung Winong

Sedhekah Kedung Winong: Tanda Terima Kasih Masyarakat Borobudur Pada Alam

ArtikelBeritaBerita Utama Tuesday, 4 October 2016

Nidaul Hasanah M | CRCS | Artikel
Sedekah Kedung Winong merupakan salah satu dari serangkaian kegiatan Ruwat Rawat Candi Borobudur yang dilakukan selama bertahun-tahun di Dusun Gleyoran, sekitar 3 kilometer dari Candi Borobudur. Ruwat Rawat Borobudur sendiri merupakan kegiatan kesenian rakyat yang bertujuan untuk menjaga tradisi, budaya masyarakat yang tinggal di sekitar Candi Borobudur yang multi etnis dan multi agama. Kegiatan ini merupakan upaya untuk menjaga dan merawat Candi Borobudur beserta masyarakatnya dan ekologinya agar tetap harmoni dan tidak terdapat relasi yang eksploitatif.
Pada 3 Mei 2016 lalu, mahasiswa CRCS angkatan 2015 yang mengambil mata kuliah Advanced Study of Buddhism mengadakan kuliah lapangan (fieldtrip) dengan menghadiri acara Ruwat Rawat Borobudur selain kunjungan ke Vihara Mendut yang berada dekat Borobudur.
Bagi masyarakat dusun Gleyoran, Sungai Progo beserta ekosistemnya selama ini telah menjadi bagian yang menyatu dan penting bagi kehidupan mereka. Kedung Winong merupakan tempat bagi banyak penduduk dusun Gleyoran untuk menambatkan kehidupan disana dengan mencari bebatuan, pasir serta menjaring ikan. Karena itulah penduduk dusun Gleyoran memiliki relasi yang kuat dengan Kedung Winong yang terletak di daerah aliran Sungai Progo. Bagi mereka Sungai Progo telah memberikan kehidupan sehingga menjaga kelestariannya  merupakan hal yang wajib dilakukan oleh penduduk dusun Gleyoran.
Ritual Sedekah Kedung Winong merupakan salah satu bentuk  konservasi ekologi Sungai Progo. Ritual yang dilakukan dengan serangkaian doa, tarian dan persembahan hasil bumi masyarakat dusun Gleyoran secara simbolis merupakan bentuk relasi resiprokal menyatunya manusia dengan Sungai Progo. Kelestarian ekologi Sungai Progo bagi penduduk dusun Gleyoran adalah berkah kehidupan. Sungai Progo juga merupakan sungai yang memiliki relasi dengan Candi Borobudur sehingga menjaga ekologi sungai juga menjaga Borobudur dari keserakahan manusia agar harmoni tetap terjadi dan terjaga.
Tujuan lain dari Sedhekah Kedung Winong adalah memecah konsentrasi wisata sekitar Borobudur. Wisatawan biasanya terpusat pada Borobudur dan beberapa dari mereka melakukan hal yang tidak pantas pada tempat suci. Hal yang tak pantas tersebut dianggap mengotori keagungan Borobudur, dengan ritual Sedhekah Kedung Winong diharapkan dapat  meminimalisir polusi yang ada di Borobudur.
Sedhekah Kedung WinongSaat ini Borobudur memang menjadi magnet wisata bagi seluruh penjuru dunia. Ratusan ribu wisatawan datang demi menyaksikan peninggalan dari Wangsa Syailendra yang dibangun sekitar abad ke 7 Masehi. Pak Coro tak menampik fenomena tersebut, namun dia juga turut mengingatkan bahwa Borobudur juga tempat suci. Bertahun-tahun dia dianggap sebagai benda mati sementara kita lupa bahwa ada kesenangan yang diberikan Borobudur ketika kita menatapnya. Sedhekah Kedung Winong memang hanya dilakukan satu hari, namun Pak Coro beserta pemerhati budaya lain tetap memaksimalkan satu hari tersebut. Mereka ingin membuat Borobudur “beristirahat” sejenak dari hiruk pikuk wisatawan yang datang. Tak lupa, sedhekah ini juga merupakan ungkapan rasa terima kasih kepada Borobudur atas apa yang telah diberikan. Berkat Borobudur-lah, masyarakat mampu mengambil manfaat baik segi material maupun moral.
Sekali lagi, Pak Coro mengingatkan, SedhekahKedung Winong mungkin hanya dilakukan sekali dalam setahun, namun itu tetap bisa kita jadikan pengingat bahwa keharmonisan tidak akan terjadi jika salah satu pihak dirugikan. Seluruh aspek dalam kehidupan bersatu padu menghormati satu sama lain demi terciptanya keserasian alam.

Instagram

K O S M O P O L I S Kosmo bermakna semesta, sement K O S M O P O L I S
Kosmo bermakna semesta, sementara polis itu mengacu pada kota yang seupil. Sungguh istilah oksimoron dengan daya khayal maksimal. Namun, nyatanya, yang kosmopolis itu sudah hadir sejak dulu dan Nusantara adalah salah satu persimpangan kosmopolis paling ramai sejagad. Salah satu jejaknya ialah keberadaan Makco di tanah air. Ia bukan sekadar dewa samudra, melainkan kakak perempuan yang mengayomi saudara-saudara jauhnya. Tak heran, ketika sang kakak berpesta, saudara-saudara jauh itu ikut melebur dan berdendang dalam irama kosmopolis. Seperti di Lasem beberapa waktu silam, Yalal Wathon dinyanyikan secara koor oleh masyarakat keturunan tionghoa dan para santri dengan iringan musik barongsai. Klop!

Simak ulasan @seratrefan tentang makco di situs web crcs!
At first glance, religious conversion seems like a At first glance, religious conversion seems like a one-way process: a person converts to a new religion, leaving his old religion. In fact, what changes is not only the person, but also the religion itself. The wider the spread of religion from its place of origin, the more diverse the face of religion becomes. In fact, it often gives birth to variants of local religious expressions or even "new" religions. On the other hand, the Puritan movement emerged that wanted to curb and eradicate this phenomenon. But everywhere there has been a reflux, when people became disaffected with Puritan preachers and tried to return to what they believed their religion was before.

Come and join the #wednesdayforum discussion  at the UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
D H A R M A Dunia ini adalah tempat kita tinggal, D H A R M A
Dunia ini adalah tempat kita tinggal, tempat kita berbagi, dan tempat semua makhluk berada. Sabbe satta bhavantu sukhitatta, semoga semua makhluk hidup berbahagia. Sadhu, sadhu, sadhu
Experience "Moving with Dharma," a unique practice Experience "Moving with Dharma," a unique practice as research performance that creatively explores Buddhist teachings in the context of contemporary Indonesia. This event blends music and dance to offer new perspectives on Dharma.

Happening on Saturday, May 17th, 2025, from 7 to 9 PM WIB at Balai Budaya Minomartani.

Witness the talents of performers M Rhaka Katresna (CRCS UGM), Victorhugo Hidalgo (Gnayaw Puppet), Gutami Hayu Pangastuti (Independent Researcher-Artist), and Sakasatiya (Music Presentation, ISI Yogyakarta). The evening will be guided by MC Afkar Aristoteles M (CRCS UGM).

The event also includes welcoming remarks by Samsul Maarif (CRCS UGM) and Ahmad Jalidu (Paradance Platform), an introduction to "Buddhism in Modern Asia" by Yulianti (CRCS UGM), and a discussion moderated by Ayu Erviana (CRCS UGM) with responders Nia Agustina (Paradance Platform) and Rahmad Setyoko (ICRS UGM).

This presentation is a collaboration between CRCS UGM, ICRS, and Paradance Platform, and is part of the final term project for "Buddhism in Modern Asia" and a group research project on "Interreligious Dialogue."

#MovingWithDharma #BuddhistTeachings #ContemporaryIndonesia #MusicAndDance #PerformanceArt #DharmaDiscussion #BalaiBudayaMinomartani #YogyakartaEvents #AcademicResearch #ArtAndSpirituality
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju