• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Bedah Buku
  • Islam, Kekerasan, dan Ambivalensi Kitab Suci: Tanggapan untuk Chaiwat Satha-Anand

Islam, Kekerasan, dan Ambivalensi Kitab Suci: Tanggapan untuk Chaiwat Satha-Anand

  • Bedah Buku, Berita, Berita, Berita Utama
  • 1 December 2015, 09.03
  • Oleh:
  • 0

BOOK-REVIEW-CHAIWATH
Kamis, 8 Oktober 2015, Prof. Chaiwat Satha-Anand, guru besar ilmu politik Universitas Thammasat, Thailand, memberikan kuliah umum seputar agama dan kekerasan di Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada (UGM). Kuliah itu merupakan bagian dari Nucholish Madjid Memorial Lecture (NMML) IX yang pada tahun ini untuk pertama kalinya diselenggarakan di Yogyakarta, sekaligus dalam rangka mengisi peringatan 15 tahun program studi Agama dan Lintas Budaya (Center for Religious and Cross-cultural Studies [CRCS]), UGM. Satha-Anand dikenal luas sebagai akademisi sekaligus aktivis yang mengampanyekan perjuangan melawan ketidakadilan dengan pendekatan nirkekerasan berbasis  keagamaan, khususnya Islam. Satha-Anand juga merupakan kawan baik dari almarhum Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid. Tulisan-tulisannya banyak membahas relasi agama dan kekerasan secara umum, juga resolusi konflik di Thailand secara khusus.

Pada kesempatan kunjungannya ke Indonesia untuk memberikan kuliah NMML itu, Chaiwat Satha-Anand memplubikasikan esai-esainya dalam bentuk buku, yang kemudian diberi judul “Barangsiapa Memelihara Kehidupan…”: Esai-esai tentang Nirkekerasan dan Kewajiban Islam (Jakarta: PUSAD Paramadina, 2015). Buku ini, sebagaimana sudah tampak dari subjudulnya, berupaya membangun argumen teologis tentang Islam-nirkekerasan. Dan sebagaimana umumnya argumentasi teologis, Satha-Anand mengembangkan tafsir-tafsirnya dengan merujuk pada kitab suci, juga teladan Nabi Muhammad. Pada intinya, Satha-Anand hendak mengajukan tesis bahwa Islam memiliki ajaran yang kokoh, bahkan lahan yang subur, yang mendorong pada aksi nirkekerasan. (Buku itu bisa didownload gratis di sini)

Namun demkian, Azis Anwar Fachrudin (mahasiswa CRCS), sekalipun sangat mengapresiasi niatan luhur Satha-Anand dan bersetuju dengan intensinya untuk menemukan alternatif tafsir keislaman yang nirkekerasan, memiliki sejumlah kritik terhadap buku “Barangsiapa Memelihara Kehidupan..” itu. Kritiknya ditujukan terutama dalam cara Satha-Anand membangun argumen teologis berikut landasan skripturalnya: Argumen Satha-Anand cenderung mengambil yang “damai” dalam kitab suci, dan kurang menyasar bagian-bagian yang “keras” dalam kitab suci, yang justru sering dipakai sebagai alat pembenar atau justifikasi bagi tindak kekerasan atas nama Islam. Kitab suci, menurut Azis, memuat berbagai ayat-ayat “keras” yang tidak bisa diabaikan, dan sulit untuk tak dikatakan tak menganjurkan kekerasan. Di sini kemudian ada kompleksitas interpretasi: di sebagian isinya, kitab suci menyediakan justifikasi bagi aksi damai dan nirkekerasan (sebagaimana kemudian dijelaskan di buku Satha-Anand itu); namun di sebagian lainnya kitab suci memuat sejumlah dalil pembenaran bagi tindakan kekerasan. Kondisi ini disebut oleh Azis sebagai “ambivalensi kitab suci” (the ambivalence of the scripture)—istilah yang dipinjam dari satu buku klasik dalam bidang studi kekerasan agama (religious violence) karya Scott Appleby, The Ambivalence of the Sacred.

Untuk membaca elaborasi lebih lanjut dari kritik yang diajukan Azis Anwar Fachrudin itu, papernya, “Islam, Violence, and the Ambivalence of the Scripture”, bisa di-download di sini

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

For people who learn religious studies, it is comm For people who learn religious studies, it is common to say that "religion", as a concept and category, is Western modern invention. It is European origin, exported globally through colonialism and Christian mission. Despite its noble intention to decolonize modern social categories, it suffers from historical inaccuracy. Precolonial Islamic Malay and Javanese texts in the 16th and 17th century reflect a strong sense of reified religion, one whose meaning closely resembles the modern concept.

Come and join @wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
I N S P I R A S I Secara satir, penyandang disabil I N S P I R A S I
Secara satir, penyandang disabilitas baru mendapatkan sorotan ketika dia mampu berprestasi, mampu mengatasi segala rintangan dan kekurangan. Singkat kata, penyandang disabilitas kemudian menjadi sumber inspirasi bagi nondisabilitas. Budi Irawanto menyebutnya sebagai "inspirational porn". Simak ulasan lengkapnya di situs web crcs ugm.
Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
R A G A Ada beberapa definisi menarik tentang raga R A G A
Ada beberapa definisi menarik tentang raga di KBBI. Raga tidak hanya berarti tubuh seperti yang biasa kita pahami dalam olah raga dan jiwa raga. Raga juga dapat berarti keranjang buah dari rotan, bola sepak takraw, atau dalam bahasa Dayak raga berarti satuan potongan daging yang agak besar. Kesemua  pengertian itu menyiratkan raga sebagai upaya aktif berdaya cipta yang melibatkan alam. Nyatanya memang keberadaan dan keberlangsungan raga itu tak bisa lepas dari alam. Bagi masyarakat Dondong, Gunungkidul, raga mereka mengada dan bergantung pada keberadaan telaga. Sebaliknya, keberlangsungan telaga membutuhkan juga campur tangan raga warga. 

Simak pandangan batin @yohanes_leo27  dalam festival telaga Gunungkidul di web crcs ugm
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju