• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Berita
  • Mendorong KUHP Baru Sebagai Perlindungan KBB di Aceh

Mendorong KUHP Baru Sebagai Perlindungan KBB di Aceh

  • Berita, Event report, News
  • 1 March 2025, 12.04
  • Oleh: crcs ugm
  • 0

Sebagai daerah khusus yang memiliki hukum tersendiri, integrasi KUHP 2023 dan qanun diperlukan untuk menjaga kebebasan beragama atau berkeyakinan (KBB) di Aceh.

KUHP 2023 memuat peraturan terbaru terkait kebebasan beragama atau berkeyakinan dalam pasal 300 hingga 305.  Pasal-pasal ini dirangkum dalam dua bagian, yakni Bagian I tentang Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan dan Bagian II tentang Tindak Pidana Terhadap Kehidupan Beragama atau Kepercayaan dan Sarana Ibadah. 

Meski akan berlaku pada 2026, pembahasan KBB di Indonesia menjadi topik yang diperdebatkan, terutama aspek keadilannya. Oleh karena itu, CRCS UGM dan ISFoRB bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (FH USK) memperdalam regulasi tersebut dalam “Seminar Nasional Tindak Pidana Terhadap Agama, Kepercayaan, dan Kehidupan Beragama atau Kepercayaan UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana” di Aula Fakultas Hukum USK (11/02).

KUHP yang sekarang masih berlaku di Indonesia bersumber dari hukum kolonial Belanda (wetboek van strafrecht). Seiring waktu, praktik hukumnya tidak lagi sesuai dengan kondisi Indonesia yang telah merdeka. Guru Besar Hukum Pidana USK Rizanizarli menjelaskan, pembaruan hukum nasional dapat dilihat dari aspek, yakni politis, sosiologis, dan praktis. Artinya, dalam pembaharuan hukum pidana tidak hanya menggantinya dari produk kolonial menjadi produk nasional, tetapi juga harus sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat luas.

“Pembaharuan sistem hukum tidak hanya struktur, substansi, dan kultur, tetapi terkait dengan sistem politik, ekonomi atau struktur sosial, kekerabatan, dan religi yang tidak terpisahkan dengan masyarakat. Jadi, kita sangat ingin nantinya masyarakat memahami kebebasan agama dan berkeyakinan yang berkaitan dengan religi yang tidak terpisahkan dari masyarakat,” tuturnya.

Namun, kemunculan KUHP 2023 masih mengundang perdebatan. Bagi kalangan yang mendukung, KUHP 2023 dapat memberikan perlindungan terhadap KBB. Sementara kalangan yang mengkritisi memandang bahwa pasal-pasal mengenai KBB tersebut berpotensi melanggar ruang pribadi warga. KUHP seharusnya berpusat pada perlindungan penganut alih-alih perlindungan subjek agama dan kepercayaan.

Supaya mendukung KBB, Nella Sumika Putri dari ISFoRB menyarankan perlunya buku ajar dan penafsiran sebagai pedoman perkara KUHP 2023. Sebagai upaya reformasi hukum, KUHP baru sebenarnya adalah langkah progresif dengan tujuan memantapkan penghormatan dan penghargaan HAM. Akan tetapi, terdapat perubahan dari KUHP lama yang sebelumnya dianggap sebagai perkara norma menjadi pelanggaran pidana dalam KUHP baru.

“Ada konsekuensi logis juga yang ditimbulkan dari perubahan ini, sehingga yang awalnya kita anggap sebagai tindak pidana ringan, sekarang sudah dinaikkan levelnya, bahkan menjadi kejahatan yang berdampak pada sanksi pidana yang harus dijatuhkan,” terang Nella.

Pedoman ajar dan penafsiran ini menekankan fungsi KUHP sebagaimana mestinya, yakni ultimum remedium (upaya terakhir dalam penegakkan hukum) dalam menyelesaikan perkara terkait agama atau kepercayaan. Dengan demikian, pembatasan dalam konteks sanksi pidana harus dilakukan secara proporsional sebagai perlindungan masyarakat dalam mengekspresikan dan menjalankan ibadahnya.

Kontekstualisasi KUHP 2023 di Aceh

Aceh memiliki keistimewaan untuk menjalankan hukumnya sendiri, yakni qanun. KUHP 2023 mengakui kekuatan qanun sebagai living law di Aceh sebagai dasar hukum pidana lokal. Meski berlandaskan pada syariat Islam, Qanun No. 8 tahun 2014 menyatakan bahwa pemerintah menjamin, melindungi, dan menghormati KBB. Lebih lanjut, Qanun Aceh No. 4 tahun 2016 tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Tempat Ibadah memberikan tanggung jawab kepada pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota untuk memelihara kerukunan umat beragama.

Pelaksana tugas Kejaksaan Tinggi Aceh Muhibuddin mengatakan bahwa qanun hanya mengatur umat Islam menjalankan hukum berdasarkan syariat. Sementara, nonmuslim yang tinggal di Acehhanya memiliki kewajiban menghormati qanun sebagai hukum yang berlaku untuk kalangan muslim.

“Para pendiri bangsa ini menciptakan bahwa kita harus mengatur hak-hak beragama yang tidak melanggar hak-hak beragama orang lain. Sebagai jaksa penegak hukum, maka kami bergerak menerapkan hukum yang sudah negara bentuk di dalam suatu legislasi. Tidak boleh jaksa itu menafsirkan mati pasal undang-undang karena (jaksa) dididik untuk menjadi sarjana hukum, yang melihat dari tiga aspek: sosiologis, filosofis, dan yuridis,” terang Muhibuddin.

Rasyidah, Presidium Balai Syura Ureung Inong Aceh dan pengajar UIN Ar-Raniry, membahas peran perempuan dalam implementasi pasal 300–305 KUHP dengan keragaman lokalitas Aceh. Rasyidah menjelaskan bahwa perempuan nonmuslim Aceh memiliki keterbatasan ruang saat menghadapi kekerasan rumah tangga. Hal ini menimbulkan perdebatan dalam upaya advokasi posisi perempuan nonmuslim di lingkungan keluarga.

Dengan tantangan seperti ini, Rasyidah mengajak agar kelompok perempuan, seperti majelis taklim, PKK, dan Balai Syura Ureung Inong Aceh lainnya, turut terlibat dalam upaya advokasi permasalahan pidana. Kelompok seperti ini harus inklusif dan menjadi wadah interaksinya masyarakat antaragama atau berkeyakinan.

“Satu-satunya sekolah yang mencerdaskan perempuan di masyarakat itu adalah majelis taklimnya. Tidak ada sekolah lain yang mencerdaskan kaum ibu di masyarakat,” terang Rasyidah. “Gerakan perempuan Aceh yang melembaga menjadi pembuka keran keterlibatan perempuan dari lintas agama di ragam gerakan perempuan atas nama pemenuhan hak perempuan di Aceh.”

Namun, pendekatan kelompok gerakan perempuan perlu diperhatikan dengan hati-hati. Jika tidak dikelola dengan baik, kelompok gerakan bisa menjadi ancaman dalam isu harmoni antarkelompok umat beragama atau berkeyakinan. 

______________________

Afkar Aristoteles Mukhaer adalah mahasiswa Program Studi Agama dan Lintas Budaya (CRCS), Sekolah Pascasarjana UGM, angkatan 2024. Baca tulisan Afkar lainnya di sini.

Artikel ini merupakan salah satu usaha CRCS UGM untuk mendukung SDGs nomor  4 tentang Pendidikan Berkualitas dan nomor 16 tentang Perdamaian, Keadilan, dan Pelembagaan yang Tangguh.

Tags: afkar aristoteles mukhaer KBB kebebasan beragama atau berkeyakinan KUHP KUHP 2023 qanun

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Instagram

A M P A T Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan A M P A T
Baru kemarin, pemerintah YTTA melakukan aksi simsalabim dengan mencabut empat konsesi tambang di salah satu gugusan Red Line. Aksi "heroik" itu terlihat janggal ketika perusahaan yang paling bermasalah dalam perusakan lingkungan, bahkan yang menjadi pusat viral, justru dilindungi. Tentu bukan karena cocokologi dengan nama Raja Ampat sehingga hanya empat perusahaan yang dicabut konsesinya. Bukan cocokologi juga ketika Raja Ampat akan menjadi lokus tesis yang akan diuji esok di CRCS UGM. Berkebalikan dengan aksi badut jahat di Raja Ampat, @patricia_kabes akan bercerita bagaimana komunitas masyarakat di Aduwei mengelola laut dengan lestari melalui sasi. Berangkat dari negeri timur, peraih beasiswa LPDP ini justru menjadi yang pertama di angkatannya untuk menambahkan dua huruf pada akhir namanya.
For people who learn religious studies, it is comm For people who learn religious studies, it is common to say that "religion", as a concept and category, is Western modern invention. It is European origin, exported globally through colonialism and Christian mission. Despite its noble intention to decolonize modern social categories, it suffers from historical inaccuracy. Precolonial Islamic Malay and Javanese texts in the 16th and 17th century reflect a strong sense of reified religion, one whose meaning closely resembles the modern concept.

Come and join @wednesdayforum discussion at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
I N S P I R A S I Secara satir, penyandang disabil I N S P I R A S I
Secara satir, penyandang disabilitas baru mendapatkan sorotan ketika dia mampu berprestasi, mampu mengatasi segala rintangan dan kekurangan. Singkat kata, penyandang disabilitas kemudian menjadi sumber inspirasi bagi nondisabilitas. Budi Irawanto menyebutnya sebagai "inspirational porn". Simak ulasan lengkapnya di situs web crcs ugm.
Human are the creature who live between the mounta Human are the creature who live between the mountain and the sea. Yet, human are not the only one who live between the mountain and the sea. Human are the one who lives by absorbing what above and beneath the mountain and the sea. Yet, human are the same creature who disrupt and destroy the mountain, the sea, and everything between. Not all human, but always human. By exploring what/who/why/and how the life between the mountain and the sea is changing, we learn to collaborate and work together, human and non-human, for future generation—no matter what you belief, your cultural background.

Come and join @wednesdayforum with Arahmaiani at UGM Graduate School building, 3rd floor. We provide snacks and drinks, don't forget to bring your tumbler. This event is free and open to public.
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju