• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • vigilantisme
  • vigilantisme
Arsip:

vigilantisme

Membicarakan 1965: Kita Sudah Pernah Cukup Maju

BeritaBerita UtamaPerspective Tuesday, 19 September 2017

Memang tidak mudah membicarakan 1965, tapi ia tetap harus dibicarakan. Dan di awal era pasca-Reformasi, kita pernah cukup maju, hanya belakangan mundur lagi.

BUKU TERBARU CRCS – Krisis Keistimewaan: Kekerasan terhadap Minoritas di Yogyakarta

BeritaBerita Utama Thursday, 20 April 2017


Yogyakarta telah lama menjadi rumah yang aman bagi berbagai tradisi, keyakinan, dan paham pemikiran yang beragam. Tetapi Daerah Istimewa ini belakangan disorot karena banyaknya aksi vigilantisme yang dilakukan sejumlah kelompok massa baik yang berlatar belakang agama atau politik. Aksi-aksi vigilantisme yang menyasar kelompok-kelompok sosial dan keagamaan minoritas menimbulkan pertanyaan apakah Yogyakarta, yang dikenal sebagai kota pendidikan dan pusat kebudayaan Jawa yang menekankan pada harmoni sosial, sudah berubah menjadi daerah yang intoleran? Laporan ini menunjukkan bahwa vigilantisme terhadap minoritas tidak cukup secara sederhana dipahami sebagai ekspresi konservatisme keagamaan dan intoleransi para pelaku terhadap minoritas, tetapi juga merupakan bagian dari proses perubahan sosial dan struktural yang diantaranya dipengaruhi oleh dinamika seputar status keistimewaan Yogyakarta. Tidak bisa dipungkiri, sektarianisme yang menguat belakangan ikut berpengaruh, tetapi seringkali kekerasan terhadap minoritas lebih tampak sebagai alat mobilisasi kelompok-kelompok kepentingan tertentu untuk mempertahankan basis sosial-politik yang menentukan kendali mereka atas ruang dan sumber daya.
_________________________

Judul: Krisis Keistimewaan: Kekerasan terhadap Minoritas di Yogyakarta
Penulis: Mohammad Iqbal Ahnaf & Hairus Salim
Penerbit: CRCS UGM
ISBN: 978-602-72686-7-8
Tebal: 134 halaman; 15×23 cm
Cetakan Pertama: April 2017
Harga: Rp60.000,00
__________________________

Narahubung untuk mendapatkan buku ini:
Divisi Marketing CRCS UGM
Gedung Lengkung Lantai 3
Sekolah Pascasarjana Lintas Disiplin Universitas Gadjah Mada
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, Indonesia 55281
Telephone/Fax: 0274-544976
Lihat juga buku-buku publikasi CRCS yang lain di sini.

Haruskah FPI Dibubarkan?

BeritaBerita UtamaPerspective Monday, 6 February 2017

Divisi Riset & Redaktur Web | CRCS | Perspektif

Perbincangan tentang apakah Front Pembela Islam (FPI) harus dibubarkan mengemuka lagi. Bagi satu pihak, aksi-aksi intoleran dan vigilantisme FPI membahayakan nilai-nilai dasar yang menjadi fondasi kebinekaan. Pihak ini juga berpandangan bahwa FPI tidak jarang menjadi alat elite untuk menghajar rival politik.
Di pihak lain, para pencinta FPI bersikeras bahwa FPI harus tetap ada karena, kalaupun tak setuju dengan aksi kekerasannya, masyarakat Islam mestilah mempunyai representasi gerakan yang menggalakkan misi nahi munkar. Para pencinta FPI juga kerap mengemukakan bahwa selain memberantas kemunkaran, FPI juga mengajak pada yang makruf, seperti aksi-aksi kemanusiaan untuk korban bencana. Hal lain yang turut mengemuka dalam perbincangan ini adalah bahwa pembubaran ormas, sekalipun berhaluan keras seperti FPI, justru bertentangan dengan demokrasi.
Menghangatnya perbincangan ini dipicu oleh aksi-aksi besar di sekitar Pilkada Jakarta. Tiga kali Aksi Bela Islam (1410, 411, dan 212) pada tahun lalu telah secara signifikan mengubah cara orang memandang FPI. Bisa dikatakan, FPI berhasil menarik banyak massa melampaui batas-batas konvensional sebelumnya. Banyak orang dari ormas besar seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang dalam kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak mematuhi himbauan para pemimpin ormas Islam terbesar itu dan justru bermakmum pada FPI. Slogan “Super Damai” dalam Aksi Bela Islam III telah relatif mengubah citra FPI yang kerap diidentikkan sebagai ormas intoleran dan vigilantis.
Namun demikian, pihak di sisi lain tetap berpandangan bahwa FPI tetap menyimpan agenda sama: “NKRI Bersyariah”. Lebih dari itu, di samping vigilantis, FPI telah berbuat hal-hal yang inginnya mengatasi hukum. Aksi Bela Islam, juga aksi-aksi di sekitar proses persidangan Ahok, dipandang sebagai satu bentuk pemaksaan kehendak dan upaya mendikte proses hukum. Menurut pihak ini, pembiaran FPI berpotensi membahayakan negara berprinsip rule of law ini dan menjatuhkan hukum ke tangan “kerumunan”, sehingga yang terjadi bukanlah demokrasi melainkan “mobocracy”.
Turut mengikuti perbincangan di atas, di bawah ini redaktur laman dan Divisi Riset CRCS mengemukakan kembali satu bagian tulisan dari hasil penelitian CRCS. Ini bertujuan agar kita tidak segera lupa pada apa yang pernah dilakukan FPI, seakan-akan FPI adalah ormas yang baru saja lahir. Sudah lebih dari 16 tahun FPI berdiri, dan dia memiliki jejak sejarah, dengan sisi putih dan hitamnya. Menjawab pertanyaan apakah FPI perlu dibubarkan, berikut adalah salinan (dengan sedikit penyesuaian namun sama sekali tak mengubah substansi) dari satu bagian dalam Laporan Tahunan CRCS 2010 halaman 29-31. (Untuk mengunduh Laporan Tahunan CRCS, silakan ke sini.)

Instagram

L A B E L Seberapa penting sebuah label? Bagi makh L A B E L
Seberapa penting sebuah label? Bagi makhluk modern, label itu penting walau bukan yang paling penting. Ia menjadi jendela informasi sekaligus penanda diri. Dalam kacamata masyarakat legalis, label juga berarti penerimaan dan perlindungan. Namun, seringkali label itu disematkan oleh entitas di luar diri, terlepas ada persetujuan atau tidak. Karenanya, tak jarang label juga menjadi penghakiman. Dalam silang sengkarut semacam ini, perebutan kuasa bahasa atas label menjadi vital, terutama bagi kelompok rentan yang dimarjinalkan. Kalau kata teman yang alumni dusun Inggris , "label is rebel!"

Simak bincang @astridsyifa bersama @dedeoetomo tentang lokalitas dan ekspresi identitas gender di situs web crcs
Waktu Hampir Habis 😱 HARI INI TERAKHIR PENDAFTA Waktu Hampir Habis 😱
HARI INI TERAKHIR PENDAFTARAN MASUK CRCS UGM 🫣

Jangan sampai lewatin kesempatan terakhir ini !! 
#crcs #ugm #s2 #sekolahpascasarjanaugm
Kupas Tuntas masuk CRCS UGM (Live Recap) #crcsugm Kupas Tuntas masuk CRCS UGM
(Live Recap)

#crcsugm #pendaftarancrcsugm #sekolahpascasarjanaugm #s2 #ugm #live
Beli kerupuk di pasar baru Nih loh ada info terbar Beli kerupuk di pasar baru
Nih loh ada info terbaruuu

Penasaran gimana rasanya jadi bagian dari CRCS UGM? 🧐 Yuk, intip live streaming kita hari Senin, 30 Juni jam 15.00-17.00 WIB yang akan mengupas tuntas seputar pendaftaran, kehidupan kampus CRCS UGM dan banyak lagi!
Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY