Karakter dari KUHP itu adalah membatasi hak. Yang menjadi perhatian ialah bagaimana pembatasan itu tidak melanggar hak warganegara, terutama dalam hal beragama atau berkeyakinan.
Joget Amerta melatih kita semua untuk mengenali dan mengalami perubahan diri kita yang unik, sebagai bagian dari suatu konteks, untuk merasakan diri pada saat tertentu dan sekaligus sebagai makhluk yang berada dalam ekologi yang lebih luas, menumbuhkan rasa bersama antara yang mikro dan yang makro.
Joget Amerta berdampak pada cara tubuh mempersepsikan ruang, sejarah, lingkungan “nature-culture”, serta relasinya dengan tubuh-tubuh lainnya.
Esai singkat ini berangkat dari ide bahwa salah satu proses Prapto sejak awal 1970-an adalah untuk berdiskusi tentang konsep-konsep gerak, mengupas ide-ide, dan kemudian mencoba "under stand" melalui pengalaman latihan gerak. Bukan untuk memegang identitas atau kategori karya; melainkan untuk re-cognizing (mengenali lagi) bahwa pemahaman dan kesadaran seseorang terhadap seni gerak dan kehidupan akan selalu berubah sesuai dengan lingkungan dan perjalanan waktu.
Saya mempersembahkan lima puisi sebagai penghormatan saya kepada Pak Prapto. Kelima puisi ini saya tulis di tempat dan waktu yang berbeda, setiap kali saya mengenang atau memikirkannya.
Gerak Amerta menawarkan pendekatan holistik yang memungkinkan perempuan untuk merebut kembali tubuh, emosi, dan identitas mereka dari batasan-batasan sosial. Artikel ini mengeksplorasi sinergi antara Gerakan Amerta dan pemberdayaan perempuan, dengan menekankan signifikansi psikologis dan potensi transformatifnya.