• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members
      • Visiting Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Admission
    • Courses
    • Schedule
    • Scholarship
    • Accreditation
    • Crossculture Religious Studies Summer School
    • Student Service
    • Survey-2022
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Activities
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Research
      • Overview
      • Resource Center
    • Community Service
      • Wednesday Forum
    • International Events
      • ICIR
      • Interfaith Mediation
      • IGSSCI
    • Student Achievements
  • Beranda
  • Berita
Arsip:

Berita

Beasiswa S2 Kerja Sama Diktis & CRCS, SPs UGM (2019)

Berita Tuesday, 7 May 2019

Beasiswa S2 Kerja Sama Diktis Kemenag dan CRCS UGM. Waktu pendaftaran: 3 Mei - 4 Juli 2019.

Ibadah Natal di Gereja-Gereja di Yogyakarta

Berita Wednesday, 26 December 2018

Esai foto dari ibadah dan perayaan Natal di GKJ, GPIB, GKI, dan HKBP Yogyakarta, 24 Desember 2018.

Mahkamah Konstitusi: Pengosongan Kolom Agama bagi Penghayat Kepercayaan Bertentangan dengan UUD 1945

BeritaHeadlineNews Tuesday, 7 November 2017

MK mengabulkan permohonan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama bagi penghayat kepercayaan di KK dan KTP.

Institutionalizing Interfaith Mediation: What, Why and How?

BeritaHeadlineNews Tuesday, 31 October 2017

A report of the first day of the workshop on the institutionalization of interfaith mediation with Imam Ashafa and Pastor Wuye at UGM.

Pelembagaan Binadamai dalam Pengalaman Maluku

BeritaHeadlineNews Monday, 30 October 2017

Liputan dari hari ketiga bersama Jacky Manuputty dalam rangkaian kuliah umum "Imam & Pastor" dan lokakarya Pelembagaan Mediasi Antariman.

Merajut Persaudaraan, Mengikis Sikap Intoleran

BeritaHeadlineNews Thursday, 8 June 2017

A. S. Sudjatna | CRCS | Liputan

Hadirnya kelompok-kelompok radikal-intoleran yang kerap melakukan kekerasan atas nama agama adalah suatu tantangan iman. Dalam menghadapi kelompok ini, umat beriman semestinya tidak membalasnya dengan kekerasan yang serupa, tetapi harus dengan cara-cara yang selayaknya dilakukan orang beriman, yakni cara yang penuh kasih dan kelembutan.
Itulah di antara yang diungkapkan Kardinal Julius Darmaatmadja, SJ, dalam seminar nasional bertajuk Merajut Persaudaraan, Mengikis Sikap Intoleran yang dihelat di Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma pada 16 Mei 2017. “Yang paling membuat tantangan iman semakin besar di dalam diri kita adalah kalau yang menjadi marah besar itu kita sendiri. Itu tantangan iman untuk diri kita sendiri,” ungkapnya
Oleh sebab itu, menurut Romo Kardinal, gejala arus balik yang tengah terjadi di masyarakat akhir-akhir ini atas perilaku kelompok radikal itu hendaklah pula diwaspadai agar tidak melenceng dari batas-batas yang telah ditentukan negara dan diajarkan agama. Perlawanan atas perilaku intoleran dan kekerasan dari kelompok radikal mesti tetap mengedepankan Pancasila, keutuhan NKRI, dan menjunjung tinggi kebinekaan.
Dalam hal ini, Romo Kardinal menyatakan apresiasi terhadap Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang konsisten menjaga persaudaraan di antara umat beragama dan menegaskan bahwa Islam harus menjadi rahmat bagi semua, rahmat bagi seluruh ciptaan Tuhan. “Saya tersentuh saat pimpinan Muhammadiyah, Haidar Nashir, menyampaikan khotbah pada perayaan Idul Adha yang berjudul Menyembelih Egoisme, Merayakan Solidaritas,” ujar Romo Kardinal. Ia kemudian menyitir beberapa bagian dari khotbah Haidar Nashir tersebut yang dimuat Kompas, 11 September 2016. Menurut beliau, sikap altruis yang disebut-sebut oleh Haidar Nashir di dalam khotbahnya itu akan melahirkan sikap kasih kepada sesama tanpa sekat agama, suku, ras, dan golongan.
Terhadap umat Katolik dan Protestan, Kardinal Darmaatmadja menyerukan untuk tetap mengutamakan kasih atas sesama seperti mengasihi diri sendiri. Sebab, mengutip Yohanes, kasih kepada Tuhan harus dibuktikan lewat mengasihi sesama. “Karena barangsiapa yang tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, maka tidak mungkin mengasihi Allah yang tak dilihatnya,”  ujarnya menegaskan.
Menutup ceramahnya, Romo Kardinal menegaskan kembali pernyataanya. “Kita tegakkan negara kita berdasarkan Pancasila; kita perkokoh NKRI dan persaudaraan nasional. Namun, sikap kita yang inklusif tetap perlu dipertahankan selalu, terhadap kelompok yang radikal pun. Hukum balas-membalas tidak boleh dilakukan oleh orang beriman. Sebaliknya, kita tetap memegang teguh sikap mengasihi dan mengampuni. Kita ampuni orangnya meski kita menolak perbuatannya.”
Menanggapi Romo Kardinal, Buya Syafi’i Ma’arif sebagai pembicara selanjutnya mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh Romo Kardinal itu, terutama dalam soal kasih, persis seperti ajaran Islam di dalam mengasihi sesama. “Apa yang disampaikan Kardinal itu seperti suara seorang muslim yang belum terkontaminasi.”
Buya Syafi’i menegaskan bahwa Islam sebagai rahmatan lil alamin itu universal bagi seluruh umat manusia. Kemunculan kelompok Islam radikal yang kerap melakukan kekerasan seperti itu disebabkan mereka terjebak dalam lingkaran—yang disebut Buya Syafi’i sebagai—“misguided arabism” yang sudah berlangsung berabad-abad dan membuat peradaban umat Islam—khususnya di wilayah Timur Tengah saat ini—porak poranda.
“Yang berlaku di dunia Arab sekarang ini adalah peradaban Arab yang sudah bangkrut,” tegas Buya Syafi’i. Celakanya, peradaban yang bangkrut ini dicoba untuk dibawa ke Indonesia oleh kelompok-kelompok tertentu. Tak heran jika isu sektarian yang menjadi pemicu perpecahan umat Islam di dunia Arab sana juga mulai muncul dan berkembang di Indonesia saat ini.
Buya Syafi’i menyebutkan bahwa perilaku kekerasan kelompok radikal itu muncul dikarenakan mereka mengadopsi teologi maut. “Teologi maut ini keluar dari perasaan keputusasaan. Hopeless. Tidak berdaya. Kalah. Kalau sudah kalah, ujungnya kalap,” ucapnya. Akibatnya, tak sedikit umat Islam yang akhirnya lebih memilih pindah ke negara-negara mayoritas nonmuslim, sebab di sana dirasa lebih aman dan nyaman untuk mengekspresikan diri. Sedangkan di kampung halamannya, mereka diberangus.
Pembicara ketiga, Widiyono, tokoh dari umat Buddha dan juga alumnus CRCS, menegaskan bahwa agar tidak terjebak dalam radikalisme, setiap kita mesti menyadari akan niscayanya sebuah keragaman. Kesadaran akan saling keterikatan di dalam keragaman dan bukannya saling bermusuhan sangat dibutuhkan. Di dalam ajaran Buddha, menurutnya, kesadaran akan keragaman dan saling keterhubungan di antara segala hal disebut dengan paticcasamuppada. Hilangnya kesadaran akan hal ini akan melahirkan sikap permusuhan dan tindak kekerasan yang nyata, seperti yang dapat disaksikan pada perilaku sekelompok penganut agama Budha di Sri Lanka atau Myanmar. Menurutnya, tanpa keragaman tak akan ada kehidupan.
Pembicara keempat, Romo Mateus Purwatma dari Katolik, menegaskan bahwa agar tidak terjebak dalam radikalisme ini, seorang Katolik harus menjadi misioner, menjadi seorang saksi, yakni mengamalkan ajaran Yesus di tengah masyarakat beriman secara cerdas, mengerti apa yang diimani dan dapat membaca Alkitab secara benar. Menurutnya, kemampuan membaca Alkitab secara benar ini sangatlah penting, agar saat berjumpa dengan ayat-ayat yang mengekslusikan yang lain tidak terjebak dalam pembacaan yang kaku, sehingga tak salah mengerti. Selain itu, Romo Mateus melanjutkan, seorang Katolik juga mesti menyadari bahwa ia beriman dalam konteks masyarakat majemuk, sehingga saat ia berjumpa dengan orang dari agama lain, ia tahu bagaimana cara menempatkan keimanannya di sana.
*A. S. Sudjatna adalah mahasiswa CRCS angkatan 2015.

123…13

Facebook

Facebook Pagelike Widget

Instagram

Beberapa waktu silam, kami berkunjung ke Lasem unt Beberapa waktu silam, kami berkunjung ke Lasem untuk studi lapangan. Kota kecamatan ini memang terkenal dengan toleransi dan harmoni masyarakatnya yang berlatar belakang Jawa, Cina, dan Arab. 

Namun, selama perjalanan kami di sana, ada yang mengganjal. Kami tak banyak menemui orang-orang keturunan Tionghoa di ruang publik secara aktif. 

Simak catatan reflektif dari @astridsyifa tentang eksistensi masyarakat keturunan Tionghoa di daerah yang pernah berjuluk "Little Tiongkok" ini di situs web crcs ugm.
Bagi sebagian besar yang merayakan, tahun ini adal Bagi sebagian besar yang merayakan, tahun ini adalah tahun kelinci air. Namun, di Vietnam, ini adalah tahun kucing. 

Sementara itu, sebagian komunitas keturunan Tionghoa di Tanah Melayu merayakannya sebagai tahun kancil. Iya betul, si kancil yang kerap dituduh mencuri timun oleh pak tani. Padahal, kancil mencuri timun karena hutannya habis dibabat oleh manusia. 

Apa pun hewan yang mewakili tahun ini, semoga damai bagi semesta sepanjang masa. 

xin nian kuaile, gongxi facai
Bagaimana jika ajaran agama saya memerintahkan say Bagaimana jika ajaran agama saya memerintahkan saya untuk membunuh manusia lain, sementara perbuatan itu dianggap melanggar hukum oleh negara? Apakah artinya kebebasan beragama saya sedang dikekang?

Apakah kebebasan beragama berarti juga bebas berganti-ganti agama? 

Kebebasan beragama ternyata tidak sesederhana soal seseorang bebas memilih dan menjalankan agama yang ia yakini. 

Dalam bukunya 𝘗𝘳𝘰𝘣𝘭𝘦𝘮𝘢𝘵𝘪𝘻𝘪𝘯𝘨 𝘙𝘦𝘭𝘪𝘨𝘪𝘰𝘶𝘴 𝘍𝘳𝘦𝘦𝘥𝘰𝘮 (2012), Arvind Sharma mengupas tuntas berbagai problematika Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan dan Bung @vikry_reinaldo mengulasnya dengan apik.

Ulasan lengkapnya bisa dibaca di situs web crcs ugm.
Secarik oleh-oleh dari Seminar Agama-Agama (SAA) P Secarik oleh-oleh dari Seminar Agama-Agama (SAA) Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) sekaligus refleksi Natal dan Tahun Baru untuk Indonesia yang beragam dan inklusif dari @ika.iku.aku 

Selengkapnya di situs web crcs ugm
load more... @crcs_ugm

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, Floors 3-4
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju