• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • About Us
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members
      • Visiting Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Admission
    • Courses
    • Schedule
    • Scholarship
    • Accreditation
    • Student Service
    • Survey
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Activities
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Research
      • Overview
      • Resource Center
    • Community Service
      • Wednesday Forum
    • International Events
      • ICIR
      • Interfaith Mediation
      • IGSSCI
    • Student Achievements
  • Beranda
  • media
  • media
Arsip:

media

Agama dalam Bingkai Media

Perspective Thursday, 24 March 2022

Peran media tidak sekadar mengamplifikasi pesan atau konten keagamaan, tetapi juga merekonstruksi agama di ruang publik.

Watching Talentime at CRCS: A look into identity

Class JournalHeadlineNews Sunday, 24 September 2017

A student's reflection on the Talentime movie watched in the CRCS's Religion and Film course.

Hijab Cosplay, Why Not?: Remediation of Muslim Femininity on Islamic Otaku Community (IOC) Fansite

BeritaWednesday Forum News Friday, 4 November 2016

wed-forum-11-09-banner

Abstract
The Islamic Otaku Community (IOC) is an Islamic fan-based community, which encourages young Muslims—male and female—who are actively engaged in otaku fandom to stay committed to Islamic norms and values. Hijab Cosplay can be perceived as a unique site which brings together two worlds, the sacred/ascetic activities of being a Muslimah and the secular/hedonistic activities of the otaku, in which young Muslimah not only choose, appropriate and reproduce characters from Japanese anime, manga and games, but also (re)claim their femininity as Muslimah in relation to it. In this talk, I aim to discuss how Muslim femininity is remediated through the practice of hijab cosplay, which is posted and circulated on the IOC fansite, and how the female dressed body as a mediation of femininity is actively mediated in another medium. Since the goal of remediation is to refashion or reform the earlier version of the medium, I consider the ways in which young Muslimah attempt to refashion and reclaim Muslim femininity through fandom practices. Since cosplay is not confined to the act of costuming, but is also immersed in wider fan practices, I also look at the remediation of Muslim femininity in Islamic Mangaka (fan arts and fans writing produced and posted by IOC members).

Sekolah Pengelolaan Keragaman VIII: Menjembatani Aktivis dan Akademisi

BeritaHeadlineNewsPluralism NewsSPK news Wednesday, 5 October 2016

Asep S. Sudjatna | CRCS UGM | SPK NEWS
“Sebenarnya di kalangan aktivis, penelitian itu juga tidak absen, pun sebaliknya,”  cetusan Dr. Mohammad Iqbal Ahnaf , Ketua program Sekolah Pengelolaan Keragaman (SPK) VIII itu memantik perhatian para peserta yang hadir pada pembukaan SPK VIII di Disaster Oasis Kaliurang, Yogyakarta. Selama ini, aktivis dan akademisi seolah diposisikan sebagai bagian terpisah yang bekerja di ranah masing-masing. Dikotomi inilah yang sedang dikritisi oleh CRCS UGM melalui program SPK VIII. “Di kalangan akademisi, banyak sekali akademisi yang aktivis, pun banyak pula aktivis yang peneliti. Sebenarnya irisan-irisan itu sudah ada” tukas Iqbal. Pengategorian ini tidak hanya menciptakan kesenjangan semu tetapi seringkali malah menimbulkan persoalan baru. Para aktivis yang getol terjun ke lapangan dalam penyelesaian berbagai konflik keragaman kerap terbentur masalah data riset dan basis pengetahuan sebagai landasan advokasi. Di sisi lain, para akademisi yang mencoba melibatkan diri dalam proses advokasi cenderung terpaku pada teori dan kurang menguasai medan. Dalam konteks inilah SPK VIII berusaha menjembatani kesenjangan antara dunia akademis dan aktivis. Kolaborasi kreatif antara aktivis-akademisi ini akan mampu memberi terobosan dalam penyelesaian masalah-masalah keragaman tersebut.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Prof. Ir. Suryo Purwono, MA.Sc., Ph.D, Direktur Sekolah Pascasarjana UGM, menggarisbawahi tentang kekayaan keragaman Indonesia sebagai sebuah kekuatan yang tidak dapat ditandingi negara mana pun. “Sayangnya,” ujar profesor yang menamatkan studi doktoralnya di University of Waterloo, Kanada, ini, “Pengelolaan keragaman ini belum dapat ditangani dengan baik” Lebih lanjut, Prof. Suryo berharap agar setelah selesai mengikuti kegiatan ini, para peserta SPK tak hanya dapat menjadi pemantik dan pelopor bagi komunitasnya tetapi juga membangun jejaring yang solid dalam pengelolaan keragaman di Indonesia.
Untuk mewujudkan hal itu, konsep pembelajaran SPK memadukan antara kuliah dan pelatihan. Secara garis besar, ada tiga tahapan penting dalam proses pembelajaran di SPK yang akan dilalui oleh para peserta. Ketiga tahapan tersebut yaitu pemetaan masalah, pengayaan teoretis, serta advokasi berbasis riset. Selain membekali dengan materi yang bersifat teoretis, program SPK juga mengasah dimensi praktis para peserta melalui studi kasus secara nyata. “Jadi, kita tidak mengajari peserta bagaimana cara melakukan advokasi, yang kita lakukan adalah memperkaya alat analisa peserta dalam merefleksikan pengalaman advokasi mereka,” ujar Iqbal.
Perlu diketahui, 25 peserta SPK VIII tak cuma berasal dari beragam latar belakang—seperti profesi, jenis kelamin serta agama dan suku—tetapi juga orang-orang yang aktif dalam mengadvokasi situasi keragaman di komunitasnya. Seluruh peserta ini merupakan hasil seleksi ketat terhadap ratusan calon peserta dari seluruh wilayah di Indonesia yang mengirimkan aplikasi lamaran peserta beberapa bulan sebelumnya. Selain itu, keterwakilan wilayah juga menjadi salah satu pertimbangan dalam pemilihan peserta.
img_5358Pada hari pertama SPK ini, para peserta melakukan kontrak belajar yang akan menjadi tata tertib selama proses pembelajaran di SPK ini berlangsung. Nia Sjarifudin, fasilitator SPK VIII yang berasal dari Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) memandu sesi kontrak belajar ini. Selanjutnya, Dr. Zainal Abidin Bagir, fasilitator dari CRCS UGM, mengajak peserta SPK untuk bersama memetakan berbagai persoalan keberagaman. Dari diskusi yang gayeng tapi serius, dirumuskanlah lima pokok persoalan yang kerap hadir dalam persoalan keberagaman, yakni interfaith atau hubungan antar agama, perempuan, masyarakat adat, pendidikan, dan media. Kelima tema inilah—dengan segenap polemik dan persoalan turunannya—yang akan menjadi bahasan sepanjang SPK berlangsung. Malam semakin larut, namun para peserta masih bersemangat untuk berbagi pengalaman soal pengelolaan keragaman. Semangat ini pula yang menjadi titik pijak pertama kebersamaan dari serangkaian acara SPK yang masih akan berlangsung hingga sepuluh hari ke depan. 

Facebook

Facebook Pagelike Widget

Instagram

April tahun ini cukup spesial. Di saat umat muslim April tahun ini cukup spesial. Di saat umat muslim menjalankan puasa Ramadan, sebagian umat kristiani juga tengah menjalani puasa prapaskah. Karenanya, pada #fkd2022 kali ini, kita akan berbagi pengalaman dengan teman-teman penghayat tentang makna dan praktik puasa atau berpantang diri ala Paguyuban Noormanto dan Paguyuban Budaya Bangsa. 

Malam Jumat, malamnya masyarakat adat dan penghayat. 

Rahayu
Dunia memang sedang tidak baik-baik saja. Kita tah Dunia memang sedang tidak baik-baik saja. Kita tahu itu dari rentetan peristiwa menyayat yang kadang nyempil di feed media sosial, dari berbagai stiker biru kuning yang sekarang berseliweran. Banyak ketidakadilan terjadi di sekitar, dan jujur atau tidak, kita sering menutup mata. Entah karena capek melihat itu terjadi setiap hari atau merasa tak berdaya meski di hati kita memendam amarah. Namun, bagi Nadarajah Manickam, kemarahan itu adalah energi yang memaksa kita untuk melakukan perubahan. Sebuah kemarahan kenabian, seperti marahnya Musa yang menghendaki perubahan lebih baik pada kaumnya. Sebuah kemarahan yang penuh kasih sayang untuk dunia yang sedang tidak baik-baik saja.

Laporan #wednesdayforum yang emosional ini bisa kamu simak di situs web crcs.
sstt... satu lagi #beasiswa S2 ke @crcs_ugm kali sstt...
satu lagi #beasiswa S2 ke @crcs_ugm 
kali ini dari kemdikbudristek...

yuk kepoin 🧐
Where does interfaith dialogue come from? For Dian Where does interfaith dialogue come from? For Diane Butler, interfaith dialogue is an organic process. It cannot be forced and each person has a different path to get there. Her experience as a dance performer working in Indonesia shows that place, time, and condition greatly influence how a relationship interacts and grows.

Let's find our dialogue path together on #wednesdayforum
load more... @crcs_ugm

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, Floors 3-4
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY