Idealnya Borobudur merupakan kawasan yang subur dan terhindar dari krisis ekologi. Namun, krisis air kerap melanda desa-desa di sekitarnya saat musim kemarau. Masyarakat desa sekitar Borobudur berupaya merawat sumber mata air yang tersisa melalui jalan tradisi.
Agama dalam KUHP: Kemajuan Setengah Jalan
Zainal Abidin Bagir – 21 Januari 2023
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang disahkan pada awal Januari 2023 telah memancing kontroversi di media dalam dan luar negeri. Salah satu perubahan yang belum banyak dibahas adalah pasal-pasal terkait agama. Dalam tulisannya di harian Kompas (5 Januari 2023), Rumadi Ahmad menunjukkan adanya beberapa kemajuan. Namun, tak sedikit media internasional yang justru mengkritik keras dan mengklaim adanya pasal-pasal bermasalah, termasuk perluasan pasal tentang kriminalisasi blasphemy (penodaan agama), bahkan apostasy (meninggalkan agama).
Berpikir Ulang atas Eksistensi Masyarakat Keturunan Tionghoa di Lasem
Teresa Astrid Salsabila – 20 Januari 2023
“Mbak, memang orang Katolik gak boleh masuk kelenteng ya?”
Pertanyaan itu diutarakan oleh salah seorang pemandu lokal di Lasem kepada saya selepas mengikuti ekaristi. Bagi saya, pertanyaan itu malah menimbulkan pertanyaan lainnya. Bukan karena tidak tahu harus menjawab apa, melainkan mengapa pertanyaan itu muncul. Terlebih lagi pertanyaan itu hadir dari warga lokal Lasem yang terkenal dengan toleransi dan multikulturalismenya. Menjawab pertanyaan bapak itu tentu mudah, sebab memang saya tidak pernah menemukan larangan seperti itu dari Romo saya. Namun, pertanyaan dalam benak saya itu tak kunjung mendapatkan jawaban yang utuh hingga akhirnya kami meninggalkan kota tersebut untuk kembali ke Yogyakarta.
Kauman as Current Little Mecca in Indonesia
Wednesday Forum – 7 December 2022
Kauman is one representation of Little Mecca that still existing in several cities in Java Island, Indonesia. It has been a center of Islamic teachings since the sultanates period until now. Kauman itself historically was a small kampong that next to the grand mosque. It was the home for ulama and his families to live and take care the mosques. After returning home from hajj pilgrimage, some ulama established their own boarding schools in Kauman. They would like to transfer knowledges from Middle East to their students. This makes Kauman emerged an Islamic enclave in urban areas. One prominent Kauman kampong is Kauman of Yogyakarta. It was well known for ulama’s residential area during Mataram Kingdom and early Yogyakarta Sultanate period in the late 18 century. But now it has been changed to be large kampong that inspired the birth of Muhammadiyah, the second mass Islamic organization in Indonesia. This kampong transformation historically show how the inter-linkage connection with Middle East especially pan-Islamism movement and reformist Islam spirit. These two values basically were inspired from the same movement in Arabian Peninsula. Some building itself still has an Islamic architecture that influenced by Middle East. This architecture basically showed the cultural connection with the middle eastern civilization, particularly mosques and boarding schools. More importantly, Kauman is entirely pedestrianized that ensure the quietness condition for students studying Islam inside the surau or langgar. This shows how Arab identity is important to preach Islam in Indonesia especially urban areas. This study would like to reveal the continuing connection between middle eastern influence and Islamic teachings in Kauman.
Semua orang menginginkan kebebasan beragama atau berkeyakinan, tetapi bagaimana jika kebebasan itu saling menafikan dan tidak bisa didamaikan?
Refleksi SAA PGI: Jalan Lain bagi Sang Liyan
Ribka Ninaris Barus – 12 Januari 2023
“Saya adalah salah satu dari sekian banyak istri yang tidak diakui oleh negara. Di [tempat] kami, banyak anak yang belum memiliki akte kelahiran, banyak pasangan yang belum memiliki surat kawin karena belum diakui oleh negara.”
Kutipan itu disampaikan oleh Ibu Vivi, seorang perempuan Akur (warga adat Karuhun Urang) Sunda Wiwitan, pada sesi perkenalan peserta Seminar Agama-Agama (SAA) Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) ke-37, di Cigugur, Kuningan, pada November 2022 lalu. Pernyataan Ibu Vivi membuktikan bahwa masyarakat penghayat belum sepenuhnya mendapat pengakuan dari negara. Meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan Putusan No.97/PUU-XIV/2016 terkait pengisian kolom agama bagi penghayat, dalam praktiknya masih banyak masyarakat adat dan penghayat yang kesulitan untuk mengakses pelayanan publik dan mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara. Perubahan kebijakan ternyata tidak cukup menjadi ujung tombak dalam mengatasi ketidakadilan dan peminggiran penganut agama leluhur di Indonesia.