• Tentang UGM
  • Portal Akademik
  • Pusat TI
  • Perpustakaan
  • Penelitian
Universitas Gadjah Mada
  • About Us
    • About CRCS
    • Vision & Mission
    • People
      • Faculty Members and Lecturers
      • Staff Members
      • Students
      • Alumni
    • Facilities
    • Library
  • Master’s Program
    • Overview
    • Curriculum
    • Courses
    • Schedule
    • Admission
    • Scholarship
    • Accreditation and Certification
    • Academic Collaborations
      • Crossculture Religious Studies Summer School
      • Florida International University
    • Student Satisfaction Survey
    • Academic Documents
  • Article
    • Perspective
    • Book Review
    • Event Report
    • Class Journal
    • Interview
    • Wed Forum Report
    • Thesis Review
    • News
  • Publication
    • Reports
    • Books
    • Newsletter
    • Monthly Update
    • Infographic
  • Research
    • CRCS Researchs
    • Resource Center
  • Community Engagement
    • Film
      • Indonesian Pluralities
      • Our Land is the Sea
    • Wednesday Forum
    • ICIR
    • Amerta Movement
  • Beranda
  • Pos oleh
  • page. 15
Pos oleh :

crcs ugm

Queer Nyantri, Ga Bahaya Ta?

Perspective Monday, 29 January 2024

Queer Nyantri, Ga Bahaya Ta?

Nanda Tsani – 27 Januari 2024

Queer muslim ngaji kitab, salat, zikir berjamaah, ziarah kubur, menabuh rebana, dan berselawat kepada Rasulullah. Namun, tetap saja muncul pertanyaan, apakah keberagamaan queer muslim ala Nusantara ini valid dalam Islam?

Jumat, 20 Oktober 2023. Waktu menunjukkan pukul 19:52 saat kereta kami berhenti di Stasiun Cirebon. Saya bersama rombongan santri kilat dari Yogyakarta akan menuju Kampus Transformatif Pondok Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina. Bersama kontingen lain dari berbagai kota di Indonesia, kami akan mengikuti Nyantri Kilat, sebuah program yang diinisiasi IQAMAH (Indonesian Queer Muslims and Allies), di pesantren ini selama 2 hari. 

Agama, Kekerasan Seksual, dan Ketidakadilan Epistemik

Perspective Wednesday, 24 January 2024

Agama, Kekerasan Seksual, dan Ketidakadilan Epistemik

Yohanes Babtista Lemuel Christandi – 19 Januari 2024

Keterkaitan agama dan ketidakadilan tidak selamanya dalam relasi oposisi. Agama memang dapat menjadi landasan untuk memberantas ketidakadilan, tetapi nyatanya agama juga merupakan tanah subur terjadinya ketidakadilan. 

Selama dua tahun laporan Monthly Update on Religious Issue in Indonesia (MURII), ada satu isu keagamaan yang hampir muncul di  tiap edisi yaitu kekerasan seksual di institusi pendidikan berbasis keagamaan. Fakta ironis ini menunjukkan bahwa agama bukanlah tempat yang steril dari ketidakadilan. Malah, ketidakadilan kerap menyamar dalam bungkus narasi keagamaan atau bersembunyi di balik ketiak otoritas keagamaan sehingga sukar dikenali. Miranda Fricker dalam bukunya Epistemic Injustice: Power and the Ethics of Knowing (2007) menyebut fenomena semacam ini sebagai ketidakadilan epistemik. 

Memulihkan Literasi Agama-Agama Tionghoa

BeritaBeritaEvent reportNews Friday, 12 January 2024

Memulihkan Literasi Agama-Agama Tionghoa

Rezza Maulana – 12 Januari 2024

By breadth of reading and the ties of courtesy, a gentleman is kept, too, from false paths (Confucius)

Eksistensi dan kiprah masyarakat keturunan Tionghoa dalam derap sejarah Nusantara seakan tenggelam oleh stigma negatif yang menyelimutinya. Padahal, dinamika pemikiran dan pergulatan mereka ikut menyumbang batu bata dalam bangunan negeri yang bernama Indonesia ini. Salah satu penyebabnya ialah minimnya kajian yang bersumber dari sudut pandang masyarakat keturunan Tionghoa itu sendiri. Kebijakan asimilasi, represi, dan aksi amuk massa yang kerap menyasar komunitas keturunan Tionghoa ikut menyumbang hilangnya berbagai dokumen penting dan sumber sejarah. Untungnya, di samping koleksi pribadi atau perorangan, beberapa arsip sejarah yang tersimpan di klenteng atau rumah ibadah masih terselamatkan.

Membingkai Peristiwa, Menggali Imaji

Laporan Wednesday ForumUncategorizedWednesday Forum Report Friday, 1 December 2023

Membingkai Peristiwa, Menggali Imaji 

Hanny Nadhirah – 17 November 2023

Bagaimana sebuah foto dapat memiliki pengaruh besar dalam membentuk pemahaman kita tentang suatu peristiwa?

Foto atau gambar yang sering kita lihat rupanya bukanlah sesuatu yang netral. Di dalamnya mengandung konstruksi makna dan kepentingan tersembunyi. Sebagai sebuah visualisasi atas peristiwa, foto berpengaruh besar pada cara kita memahami, merasakan, dan mengambil tindakan terkait peristiwa tersebut. Fenomena inilah yang Elis Zulianti Anis,  dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, diskusikan pada Wednesday Forum (27/09) “Picturing Power: State Media, and Religious Representation in the 2015 Sumatra Forest Fires.” Elis memaparkan temuan penelitiannya terkait publikasi foto-foto media lokal saat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) Sumatra tahun 2015.

Mengapa Mati Pun Harus Beragama?

Perspective Friday, 1 December 2023

Mengapa Mati Pun Harus Beragama?

Teresa Astrid Salsabila – 1 Desember 2023

Setiap kematian di Indonesia sulit untuk lepas dari pengaruh agama. Ia mengikat siapa pun hingga ke ujung hayat: tak peduli apa pun yang ia yakini.

Hari itu adalah hari yang muram bagi saya. Orang yang saya kenal dan kasihi wafat. Berpisah dengan yang terkasih karena kematian selalu menyisakan kesedihan mendalam. Namun, duka kali ini berbeda. Inilah pertama kalinya saya terlibat mengurusi prosesi kematian seseorang yang menyatakan diri tidak beragama. Jika merujuk pada kartu identitas, tidak ada agama yang tercantum di sana karena mendiang tercatat sebagai warga negara asing. Pasangannya juga meminta prosesi tersebut tidak menggunakan unsur agama apa pun sebagai bentuk penghormatan atas pilihan hidupnya. Di sinilah dilema dimulai.

Berebut Wacana Otoritas atas Tubuh Perempuan

Laporan Wednesday ForumWednesday Forum Report Friday, 17 November 2023

Berebut Wacana Otoritas atas Tubuh Perempuan

Nanda Tsani – 17 November 2023

Bagaimana jika kelompok perempuan yang menyuarakan hak “tubuhku otoritasku” dibalas dengan “tubuhku otoritas tuhanku” oleh kelompok perempuan yang lain? 

“The personal is political”. Slogan politis yang mencuat pada gerakan feminisme pada tahun 1960-an di Amerika Serikat ini sangat pas untuk menggambarkan dinamika pertarungan wacana atas tubuh dan otoritas perempuan. Pandangan perempuan mengenai otoritas tubuhnya tidak semata hal personal tetapi juga bagian dari gerakan politik yang terus dimobilisasi. Salah satu bentuknya ialah desakan kepada pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan preventif maupun kuratif terkait kekerasan seksual yang banyak dialami oleh kaum perempuan. 

1…1314151617…37

Instagram

Follow on Instagram

Twitter

Tweets by crcsugm

Universitas Gadjah Mada

Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, 3rd Floor
Jl. Teknika Utara, Pogung, Yogyakarta, 55284
Email address: crcs@ugm.ac.id

 

© CRCS - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY